Hukum Islam dan HAM Tidak Bertentangan, Begini Penjelasan Pakar

JABARNEWS | BANDUNG – Pakar Hukum dari Universitas Islam Bandung, Didi Hilman mengungkapkan bahwa kualifikasi perbuatan yang digolongkan sebagai tindak pidana agama menurut hukum Islam adalah perbuatan-perbuatan yang mencemarkan (tadnis), menghina (istihza), mengolok-olok (syatama), mencerca (saba) dan memaki (tha’an) Allah dan Rasulnya, Kitab Suci Al-Qur’an, menyerang akidah Islamiyah, serta bid’ah.

“Keberadaan delik agama sebagaimana yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965 dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, tidak bertentangan dengan hak-hak Asasi Manusia,” kata Didi saat pemaparan disertasinya ‘Tindak Pidana Agama Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif Dihubungkan dengan Hak-Hak Asasi Manusia’ di Aula Unisba, Kota Bandung, Senin (7/12/2020).

Baca Juga:  Masih Tertahan di Pengungsian, Korban Gempa Cianjur Mulai Diserang Ispa dan Dehidrasi

Sedangkan menurut hukum positif, ucap dia, perbuatan-perbuatan yang digolongkan sebagai tindak pidana agama dibedakan menjadi: heresy, blasphemy, hate speech, perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam Pasal 175 KUHP, Pasal 176 KUHP, Pasal 177 ke 1, Pasal 177 ke-2 KUHP, Pasal 178 KUHP, Pasal 179 KUHP, Pasal 180 KUHP, Pasal 181 KUHP dan Pasal 503 ke-2 KUHP.

Baca Juga:  Danrem 063 SGJ Apresiasi Dukungan Pemkab Purwakarta Dalam BSMSS Kodim 0619 Purwakarta

“Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam the Universal Declaration of Human Rights (UDHR), Konvensi Hak-hak Sipil dan Politik (the International Convention on Civil and Political Rights), dan Undang-Undang Dasar 1945,” ucapnya.

Didi menjelaskan, konsep hak-hak asasi manusia yang dianut oleh bangsa Indonesia tidak serta merta mengikuti pemikiran Barat, seperti yang dikemukakan oleh para filsuf abad ke-17 dan 18, yaitu Thomas Hobbes, John Locke, Montesquieu, dan Rousseau.

Baca Juga:  Warga Sukabumi Hilang Misterius di Pantai Cilegok

Pemikiran HAM Barat, lanjut Didi, bersifat anthropocentric, sekularistik, liberalistik, dan individualistik, sehingga pengakuan bangsa Indonesia terhadap the Universal Declaration of Human Rights dan Konvensi Hak-hak Sipil dan Politik bersifat relatif dan parsial.

“Pengakuan terhadap Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (the Universal Declaration of Human Rights) dan Konvensi Hak-hak Sipil dan Politik dibatasi oleh budaya dan agama,” tutupnya.

Penulis: Rian Nugraha