JABAR NEWS | PURWAKARTA – Wacana Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi untuk menghabiskan seluruh Keramba Jaring Apung (KJA) atau Zero di lokasi Waduk Jatiluhur Purwakarta mendapat penolakan keras dari para Petani KJA yang tergabung dalam Paguyuban Pembudidaya Ikan (PPI) Maju Bersama (MBS).
Istilah Zero KJA sendiri mengacu pada penertiban dan pembersihan Waduk Jatiluhur sehingga tidak ada lagi KJA, alias benar-benar nol. Kebijakan Zero KJA yang merupakan usulan Bupati ini otomatis menggugurkan kebijakan sebelumnya terkait pembersihan KJA di Waduk Jatiluhur yang dibatasi sebanyak 4 ribu KJA saja.
Ketua PPI KJA Jatiluhur H Yana Setiawan didampingi Ketua Maju Bersama (MBs) H Aa Sumarna, Rabu (11/01/2017) menegaskan, seluruh petani KJA sudah satu suara menolak keras wacana Zero KJA. “Kami mohon kepada Bupati untuk dipikirkan kembali wacana kebijakan ini karena banyak petani yang hidupnya tergantung dari hasil KJA tersebut,” kata Yana.
Yana mengungkapkan, untuk penertiban KJA, petani sangat mendukung program penertiban KJA yang saat ini masih berlangsung, namun kalau sampai Zero (Nol) pihaknya dengan tegas menolaknya dan Bupati harus mempertimbangkan kembali wacana Zero tersebut.
Yana menjelaskan Sungai Citarum yang memiliki hulu di Kaki Gunung Wayang di Selatan Bandung, sudah tercemar sejak melewati berbagai kawasan industri dan pabrik yang seenaknya membuang limbah ke sungai.
“Jika alasannya keberadaan KJA dapat menurunkan kualitas air di Waduk Jatiluhur, itu sangat tidak masuk akal,” jelasnya.
Jika Pakan ikan yang dipermasalahkan, Yana menambahkan, Pakan yang diberikan kepada ikan di KJA bukanlah pakan asal-asalan namun sudah menempuh uji teknologi. Pakan ini mampu menggemukkan ikan dalam waktu tiga bulan. Adapun anggapan Pakan menjadi biang sedimentasi dan pencemaran di Waduk Jatiluhur itu hanyalah anggapan dan perlu diuji kebenarannya.
“Ikan asal KJA Jatiluhur memasok sebesar 100 ton kebutuhan ikan nasional per harinya. Perputaran uang di sini mencapai 2 miliar per hari, apa iya langsung disetop begitu saja dengan adanya kebijakan Zero KJA ini,” tambah dia.
Hal yang sama diungkapkan Ketua MBS Aa Sumarna. Aa mengingatkan, keberadaan KJA sudah ada sejak 1988 lalu. Warga di sini sudah merelakan tanahnya, warisannya, untuk kepentingan pembuatan Waduk Jatiluhur dan sangat wajar bila generasi penerusnya memanfaatkan keberadaan Waduk Jatiluhur dengan menjadi petani KJA.
“Jangan lupa juga, petani KJA ini juga merupakan lumbung suara ketika Bupati mencalonkan diri saat Pilkada lalu. Namun dengan adanya wacana Zero ini Kami selaku petani KJA sudah sepakat dengan tegas menolaknya,” ungkapnya.
Untuk sikap selanjutnya, pihaknya akan mengajukan audensi dengan Bupati Purwakarta untuk dapat berdialog secara langsung dan berharap jalur musyawarah yang diusahakan ini dapat mengetuk hati Bupati, dapat didengar, sehingga kebijakan Zero KJA bisa dibatalkan.
Ditemui terpisah, Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Purwakarta Sri Wuryasturati mengatakan, Pemkab Purwakarta dan PJT II Jatiluhur kini tengah mengadakan usaha menjernihkan kembali air di Waduk Jatiluhur. Ini harus ada tindakan nyata, di antaranya menertibkan keberadaan KJA melalui kebijakan Zero KJA dengan waktu enam bulan harus sudah terlaksana
“Zero KJA didasari atas berbagai pertimbangan, salah satunya kualitas air yang semakin menurun,” kata Kadis yang akrab dipanggil Ita ini.
Sebagai langkah awal, kata Ita, akan dibentuk tim gabungan di mana masing – masing tim memiliki tupoksinya. Pada proses awal akan bertemu dengan para petani KJA untuk mensosialisasikan wacana tersebut.
“Mengamankan Jatiluhur sama dengan mengamankan Indonesia karena Jatiluhur ini memiliki peran vital sebagai pemasok air minum bagi ibukota, termasuk pasokan listrik Jawa Bali,” terangnya.(Zal)
Jabar News | Berita Jawa Barat