Menkeu “Atoh” Atas Kenaikan Peringkat Investasi Indonesia Dari S&P

JABAR NEWS | JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyambut baik dan “Atoh” (Bahagia) atas kenaikan peringkat utang Indonesia menjadi layak investasi (investment grade) dari lembaga pemeringkat internasional Standard & Poor’s (S&P).

“Kami menyambut gembira bahwa pemeringkat S&P telah menyampaikan hasil dengan meningkatkan peringkat Indonesia menjadi BBB minus dengan outlook stabil,” kata Sri Mulyani dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (19/05/2017).

Ia mengatakan penilaian dan pandangan (outlook) yang diberikan S&P dalam memberikan peringkat layak investasi tersebut telah sesuai dengan upaya yang dilakukan pemerintah untuk memperbaiki kinerja pelaksanaan kebijakan fiskal.

Standard & Poor’s  (S&P), anak perusahaan McGraw-Hill, adalah salah satu dari tiga perusahaan pemeringkat saham dan obligasi selain Moody’s dan Fitch Ratings.

“Kebijakan fiskal Indonesia dianggap telah mengalami perbaikan signifikan dengan langkah yang dilakukan pemerintah dari sisi belanja maupun penerimaan,” ungkap Direktur Pelaksana Bank Dunia periode 1 Juni 2010 hingga 27 Juli 2016.

Baca Juga:  Kemenkes Ingatkan Bahaya Cacar Monyet

Dari sisi belanja, menurut dia, pemerintah telah fokus memberikan alokasi kepada belanja kepada sektor prioritas dan produktif seperti infrastruktur, pendidikan dan kesehatan, untuk memperbaiki efisiensi ekonomi.

Sedangkan dari sisi penerimaan negara, dikatakannya, pemerintah secara konsisten telah melakukan reformasi dalam bidang perpajakan, untuk memberikan stabilitas dalam pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

“Upaya pemerintah memperbaiki penerimaan perpajakan telah dilakukan melalui amnesti pajak, serta sinergi otoritas pajak dan bea cukai, untuk mendapatkan penerimaan tanpa kondisi ekonomi mengalami tekanan,” kata Sri Mulyani.

Ia menyatakan bahwa S&P juga melihat desain APBN saat ini jauh lebih realistis karena telah menjadi instrumen yang kredibel dan efektif bagi tujuan pembangunan, serta defisit anggaran yang lebih terjaga.

Baca Juga:  Ketua KPU RI Arief Budiman Mengaku Positif Covid-19, Ini Kronologisnya

“Indonesia bisa selangkah mencapai tujuan pembangunan, mengurangi angka kemiskinan, menekan kesenjangan, dan menciptakan kesempatan kerja, tanpa harus APBN mengalami situasi yang tidak sustain,” katanya.

Selain itu, ia memastikan proyeksi perekonomian dari S&P terhadap Indonesia juga sejalan dengan prediksi pemerintah pada 2017, yaitu pertumbuhan ekonomi 5,3 persen, inflasi 4,7 persen dan defisit anggaran 2,4 persen terhadap PDB. 

Sebelumnya, S&P sempat menempatkan Indonesia pada layak investasi (investment grade) dengan menaikkan peringkat Indonesia pada level BBB-/stable outlook.

Dalam laporan terbaru, S&P menyatakan bahwa peningkatan peringkat utang Indonesia didukung oleh efektivitas kebijakan fiskal dalam menciptakan stabilitas perekonomian, meski terjadi ketidakpastian ekonomi global.

Fokus pemerintah terhadap penciptaan anggaran yang lebih realistis juga menjadi poin penting dalam penilaian S&P, khususnya dalam mengurangi risiko penurunan penerimaan dan menekan pelebaran defisit anggaran.

Baca Juga:  Sosialisasi Regulasi SIRUP, UKPBJ KBB Roadshow ke Perangkat Daerah

Namun, S&P menilai bahwa Indonesia masih memiliki ruang untuk memperbaiki tingkat Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita dan rasio penerimaan perpajakan (tax ratio).

Pencapaian layak investasi ini menunjukkan adanya kepercayaan yang tinggi dari dunia internasional kepada perekonomian Indonesia, sehingga mampu menurunkan biaya utang pemerintah agar lebih efisien dan memberikan ruang fiskal lebih besar.

Selain itu, apresiasi tersebut juga memiliki peran penting untuk meningkatkan investasi, baik di pasar modal, perbankan maupun korporasi, yang dalam jangka panjang bisa memberikan keyakinan positif terhadap kondisi ekonomi Indonesia.

Sebelumnya, peringkat layak investasi telah diberikan oleh lembaga pemeringkat internasional lain, seperti Japan Credit Rating Agency (JCRA) pada Juli 2010, Fitch Rating pada Desember 2011, Moodys pada Januari 2012 dan Rating and Investment pada Oktober 2012.(Red: jpp/ant)

Jabar News | Berita Jawa Barat