JABAR NEWS | LEISURE – Gunung Kelud merupakan gunung berapi aktif yang terletak di Jawa Timur, tepatnya diantara kabupaten Kediri dan Blitar. Gunung yang memiliki ketinggian 1.731 mdpl ini, bisa diakses melalui Kabupaten Kediri, untuk dari kabupaten Blitar juga bisa, hanya pada akhirnya juga melewati jalur Kabupaten Kediri.
Gunung Kelud merupakan salah satu tujuan wisata di Jatim yang cukup tersohor. Di balik keistimewaan tersebut, Gunung Kelud diselimuti kabut misteri terkait keberadaan gunung berpuncak strato ini. Berikut cerita misteri Gunung Kelud versi anehdidunia.com
Legenda Gunung Kelud
Menurut legendanya terbentuk dari sebuah pengkhianatan cinta seorang putri bernama Dewi Kilisuci terhadap dua raja sakti Mahesa Suro dan Lembu Suro. Kala itu, Dewi Kilisuci anak putri Jenggolo Manik yang terkenal akan kecantikannya dilamar dua orang raja.
Namun yang melamar bukan dari bangsa manusia, karena yang satu berkepala lembu bernama Raja Lembu Suro dan satunya lagu berkepala kerbau bernama Mahesa Suro.
Untuk menolak lamaran tersebut, Dewi Kilisuci membuat sayembara yang tidak mungkin dikerjakan oleh manusia biasa, yaitu membuat dua sumur di atas puncak Gunung Kelud, yang satu harus berbau amis dan yang satunya harus berbau wangi dan harus selesai dalam satu malam atau sampai ayam berkokok.
Dengan kesaktian Mahesa Suro dan Lembu Suro, sayembara tersebut disanggupi. Setelah berkerja semalaman, kedua-duanya menang dalam sayembara. Tetapi Dewi Kilisuci masih belum mau diperistri. Kemudian Dewi Kilisuci mengajukan satu permintaan lagi. Yakni kedua raja tersebut harus membuktikan dahulu bahwa kedua sumur tersebut benar benar berbau wangi dan amis dengan cara mereka berdua harus masuk ke dalam sumur.
Terpedaya oleh rayuan tersebut, keduanyapun masuk ke dalam sumur yang sangat dalam tersebut. Begitu mereka sudah berada di dalam sumur, lalu Dewi Kilisuci memerintahkan prajurit Jenggala untuk menimbun keduanya dengan batu.
Maka matilah Mahesa Suro dan Lembu Suro. Tetapi sebelum mati Lembu Suro sempat bersumpah dengan mengatakan “Ya, orang Kediri besok akan mendapatkan balasanku yang sangat besar. Kediri bakal jadi sungai, Blitar akan jadi daratan dan Tulungagung menjadi danau (semoga tidak terjadi). Dari legenda ini akhirnya masyarakat lereng Gunung Kelud melakukan sesaji sebagai tolak balak sumpah itu yang disebut Larung Sesaji.
Gampangnya, di lokasi jalan misteri ini, benda yang memiliki potensi berpindah tempat terutama yang bundar, bisa bergerak dengan sendirinya dari titik tertentu tanpa harus diberikan daya dorong (bener nggak istilah fisikanya ?),
Jika meletakkan botol minuman mineral yang bulat pada garis putih di jalan misteri ini, maka dengan segera botol tersebut bergerak dengan cepat ke arah jalan yang seolah-olah kelihatan naik. Termasuk kendaraan roda 4, dalam keadaan gigi netral, jika hand rem dilepaskan maka mobil akan bergerak dengan sendirinya meskipun mesin dimatikan.
Ritual Gunung Kelud
Sementara itu, terkait dengan ritual sesaji yang digelar masyarakat lereng Gunung Kelud pada 2007 silam, kala ritual digelar, sesepuh Mbah Ronggo dalam ritualnya mendapati wangsit gaib. Yaitu berupa pesan terjadinya pertanda besar menyoal keberadaan Gunung Kelud yang terletak 40 kilometer dari kota Kediri yang memiliki keunikan di puncaknya, yakni berbentuk strato dengan danau kawah di tengahnya walaupun danau kawah itu saat ini telah berubah bentuk menjadi kubah lava. Wangsit tersebut mengatakan, “Le, sing ati-ati arep liwat Danyang Gunung Kelud”,tutur Mbah Ronggo mengenai pesan gaib yang merupakan pesan jika Gunung Kelud akan meletus.
Terbukti, tahun 2007 Gunung Kelud meletus dengan letusan terakhir bersifat efusif (mengalirkan material), berbeda dari latusan sebelumnya yang bersifat eksplosit (menyemburkan material). Akibat letusan terakhir, danau kawah Gunung Kelud yang berwarna hijau berubah menjadi kubah lava yang mengalirkan material berwarna hitam dari dalam perut gunung. Ketinggian kubah saat ini mencapai 250 meter dengan lebar sekitar 400 meter.
Sepanjang sejarahnya, gunung ini tercatat mengalami 29 kali letusan, baik eksplosif maupun efusif, mulai tahun 1000 sampai tahun 2007. Erupsi eksplosifnya mampu menghancurkan ratusan desa di sekitarnya, termasuk ribuan hektare lahan pertanian dan menewaskan ribuan warga. Sebagai gambaran, lima letusan terakhirnya saja memakan korban 5.400 jiwa.
Berdasarkan pengamatan letusan selama tiga abad berturut-turut, waktu istirahat terpanjang aktivitas dalam perut Gunung Kelud adalah 65-76 tahun, tetapi pernah pula hanya tiga tahun. Sejak letusan tahun 1901, waktu istirahat gunung itu menjadi lebih singkat, yaitu 15-31 tahun, bahkan pernah mencapai masa paling singkat, yaitu satu tahun.
Penunggu kawah Gunung Kelud
Nama Gunung Kelud berasal dari Jarwodhosok, yakni dari kata Ke (Kebak) dan Lud (Ludira). Hal ini berarti bila murka, bisa merenggut banyak kurban jiwa tak berdosa. Menurut kepercayaan penduduk sekitar, kawah gunung ini dijaga sepasang buaya putih, yang konon merupakan jelmaan bidadari.
Legenda menceritakan, zaman dahulu kala ada dua bidadari sedang mandi di telaga tersebut. Karena terlena, dua bidadari ini melakukan perbuatan seperti yang biasa terjadi pada manusia modern, yakni berbuat intim dengan sesama jenis. Jadi, kedua bidadari itu tergolong penganut lesbian. Perbuatan tersebut rupanya diketahui oleh dewa. Karena kesal, sang dewa pun mengutuk kedua bidadari tersebut, Kelakuan kalian mirip buaya.
Karena dewa memang penguasa jagad, kata-katanya yang ampuh itu membuat dua bidadari tersebut seketika berubah menjadi dua ekor buaya. Konon, hingga kini mereka menjadi penunggu danau Gunung Kelud. Letusan Kelud pada 1586 menelan korban hingga 10 ribu orang meninggal. Pada letusan 19 Mei 1919 memakan korban 5.110 jiwa.
Sedang letusan 26 April 1966 menelan korban jiwa 212 meninggal, 74 hilang dan 89 luka-luka. Menurut sesepuh desa di sekitar gunung ini, para korban itu sedang dikersakke dua bidadari penunggu kawah. Bila laki-laki diperlakukan sebagai suami dan yang perempuan diangkat sebagai saudara. Warga menengarai, bila Kelud akan meletus biasanya ada dua sorot sinar terang masuk ke kawah. Atau banyak burung gagak berterbangan di pedesaan. (*)
Jabar News | Berita Jawa Barat