JABAR NEWS | BANDUNG – Mega proyek infrastruktur di Jawa Barat diharapkan mampu menjawab ketimpangan ekonomi. Saat ini di Jawa Barat akan dibangun Bandara Kertajati di Majalengka senilai Rp 5 triliun, Pelabuhan Patimban di Subang Rp 43 triliun, dan Jaringan Kereta Api cepat Jakarta-Bandung Rp 66,3 triliun.
Infrastruktur berpengaruh penting bagi peningkatan nilai konsumsi, peningkatan produktivitas tenaga kerja, akses lapangan kerja, peningkatan kemakmuran, dan terwujudnya stabilitas makro ekonomi.
Demikian disampaikan Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan dalam rilisnya, Rabu (27/09/2017), merespon acara diskusi publik bertajuk Mendorong Berkembangnya Sektor Ekonomi Potensial yang Berdaya Saing Tinggi Melalui Peningkatan dan Pemerataan Kapasitas Infrastruktur di Hotel Intercontinental, Bandung.
Infrastruktur jalan dan listrik memberi pengaruh besar pada peningkatan pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat. Data tahun 2015 menyebutkan bahwa Jawa Barat dilayani oleh jaringan jalan sepanjang 24.607 km.
Jika dilihat dari sisi kuantitas, ketersediaan jaringan jalan di Jawa Barat untuk mendukung transportasi darat, cukup memadai.
“Itu bisa diukur dari indikator tingkat kerapatan jalan dan pendapatan per kapita Jawa Barat yang masih relatif baik dibandingkan provinsi lain di Indonesia,” ungkap Anggota F-Gerindra ini.
Namun, yang perlu ditingkatkan pula adalah akses jalan Bandara Internasional Jawa Barat di Kabupaten Karawang dan akses jalan sepanjang 34 km untuk optimalisasi wisata Geopark Ciletuh di Kabupaten Sukabumi.
Sementara untuk infrastruktur listrik, Jawa Barat sudah baik. Angka rasio elektrifikasi menembus angka 96,8 persen. Artinya, tinggal 3 persen orang di Jawa Barat yang belum menikmati listrik.
Tercatat, 5.900 desa di Jawa Barat yang telah menikmati listrik. Jumlah dusun yang mendapat akses listrik sebesar 1.300 dusun.
Politisi dari dapil Jabar IV ini mengutip data BPS yang menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Jawa Barat berada di atas rata-rata ekonomi nasional.
Tahun 2016, pertumbuhan ekonominya mencapai 5,67 persen, di mana hampir semua sektor lapangan usaha mengalami pertumbuhan positif, kecuali sektor pertambangan dan penggalian yang mengalami kontraksi sebesar -0,97 persen. Sementara itu, Pendapatan per 1 orang penduduk di Jawa Barat mencapai Rp 34,88 juta.
Sayangnya, pertumbuhan itu belum dinikmati oleh mayoritas rakyat di Jawa Barat. Terbukti, rasio gini Jawa Barat masih terbilang tinggi, sebesar 0,402. Dengan fakta itu, Jawa Barat menjadi salah satu dari 8 provinsi dengan rasio gini di atas rata-rata nasional. Itu adalah tantangan yang mesti dihadapi Jawa Barat.
“Fakta 1 persen orang yang menguasai 40,2 persen pendapatan Jawa Barat, mesti dijawab dengan pertumbuhan ekonomi yang bisa memperluas kesempatan kerja dan mempercepat peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara merata,” paparnya.
Ketimpangan tersebut, lanjut Heri, tak lepas dari ketimpangan ketersediaan infrastruktur. Belum lagi, dalam beberapa dekade terakhir, struktur perekonomian Jawa Barat bergeser dari sektor pertanian-kehutanan-perikanan ke industri pengolahan serta perdagangan besar dan eceran.
Kontribusi sektor pertanian-kehutanan-perikanan rata-rata hanya 8,86 persen. Bandingkan dengan rata-rata industri pengolahan sebesar 43,12 persen dan perdagangan besar dan eceran 15,48 persen.
Menurut Heri, untuk mendorong perekonomian Jawa Barat perlu peningkatan kapasitas infrastruktur. Kualitas infrastrukturnya harus merata dan terintegrasi.
Selain itu, investasi harus merata. Sektor keuangan dan investasi dipastikan akan menjadi tulang punggung pembangunan.
“Dan yang juga tak boleh dilupakan adalah persoalan kantong-kantong kemiskinan yang ada di Selatan Jawa Barat beserta ketimpangan wilayah antara Utara dan Selatan harus segera diselesaikan,” harap Heri. (Red)
Jabar News | Berita Jawa Barat