Santri Pendaki, Pemuda Kuat

JABAR NEWS | PURWAKARTA – Orang Sunda berpandangan bahwa manusia harus memiliki pandangan hidup yang baik, dan harus senantiasa sadar bahwa dirinya hanyalah sebagaian kecil dari alam semesta.

Sifat-sifat yang dianggap baik, antara lain harus sopan, sederhana, berani, jujur, dan teguh pendiriannya dalam kebenaran dan keadilan, baik hati, bisa dipercaya, menghormati dan menghargai orang lain, waspada, dapat mengendalikan diri, adil dan berfikir luas, serta mencintai tanah air dan bangsa.

Orang Sunda beranggapan bahwa lingkungan alam memberikan manfaat yang maksimal apabila dijaga kelestariannya, dirawat serta dipelihara dengan baik dan digunakan hanya secukupnya saja.

Kalau alam digunakan secara berlebihan apalagi kalau dirawat dan tidak dijaga kelestariannya maka akan timbul malapetaka dan kesengsaraan.

Orang Sunda dalam memanfaatkan alam sebagai sumber kehidupan menjadi salah satu cara untuj hidup. Memanfaatkan lingkungan alam harus dengan bijak dan mampu melestarikan lingkungan alam tersebut.

Orang sunda menggunakan alam tidak hanya berdasarkan pada pikiran dan perasaan saja, tetapi jaga dengan perilaku orang sunda itu sendiri.

Banyak babasan yang menjadi pedoman orang sunda dalam kehidupan  sehari – hari berkaitan dengan alam yakni diantaranya:

“Manuk Hiber ku jang jangan, jalma hirupku akalna “

(setiap mahluk masing-masing telah diberi cara atau alat untuk melangsungkan kehidupannya).

Saya kerap berfikir, bagaimana caranya agar hidup semua orang dapat sehat tanpa harus memerlukan biaya tinggi ?.

Baca Juga:  Pemkab Purwakarta Sediakan Minyak Goreng serta Gula dengan Harga Murah

Saya akan kisahkan apa yang saya lakukan:

“Saya ini orang kampung, terbiasa jalan kaki selain berjalan kaki itu irit meski capek, tetapi dapat menyehatkan dan membuat pribadi yang kuat, yang jauh dari rasa galau.

Namun saya adalah anak ibu, yang kerap mengajari saya untuk kembali pada alam. Semuanya sudah ada pada alam, Tuhan sudah memberikan banyak mukjijat kehidupan bagi kita. Maka setiap hari libur bekerja atau ada waktu luang, saya bersama teman-teman menyempatkan pergi untuk mendaki “tadabur alam“ dari sekian banyak wisata Purwakarta yang saya kunjungi, diantaranya adalah Curug Tilu (Curug 3).

Curug Tilu terletak di Kampong Gunung Buleud, Desa Ciririp, Kabupaten Purwakarta. Curug Tilu mempunyai keunikan tersendiri karena tidak seperti curug lain yang airnya jatuh langsung dari ketinggian.

Curug ini berundak-undak dan airnya jernih disertai bongkahan batu andesit yang luar biasa. Di lokasi ini pun terdapat surga alam tersembunyi yang wajib untuk dijelajahi.

Begitulah sekiranya yang dilakukan santri pendaki masa kini.

Berbicara tentang Santri, arti kata Santri yang kerap kita kenal dengan 22 Oktober “Hari Santri Nasional“ ternyata mempunyai makna yang subhanallah, jika kita tarik pengertian santri kedalam filosofi bahasa, ada berbeda dalam mengartikan kata santri.

Ditulis dengan huruf arab kata santri menjadi (يْ سَنْتَرِ ), dimana setiap huruf memiliki arti dan makna tertentu.

Baca Juga:  Ini Enam Macam Olahan Daging Kurban yang Bisa Kamu Coba di Rumah

Sin (س) adalah kepanjangan dari Yang memiliki arti pelopor kebaikan.

آلخَيْرِ فِقُ سَا

Nun (ن) adalah kepanjangan dari Yang memiliki arti penerus ulama.

صِ اْلمَعَا رِ كُ تَا  

Ra (ر) adalah kepanjangan dari Yang memiliki arti ridho Allah SWT.

اللهِ ضَ رِ

Ya (ي) adalah kepanjangan dari Yang berarti memiliki keyakinan.

اَلْيَقِيْنُ

Definisi filosofis lain yang menjabarkan kata santri seperti yang sering saya dengar waktu nyantri adalah kata yang terdiri dari 4 huruf, yaitu يْ سَنْتَرِ  tanpa  huruf (ي) akhir kata , empat huruf itu adalah:

Huruf sin (س) dianalogikan kepada “ satrul ‘aurat”.

Seorang santri harus menutup aurat fisiknya sesuia kententuan islam. Ia juga harus menutup aurat jiwanya yaitu aib dirinya, keluarganya, atau orang lain.

Huruf  Nun (ن) dianalogikan kepada “naa’ibul ulama” seorang santri adalah wakil (calon) para ulama yang membimbing masyarakat kepada tuntunan ajaran islam sebagai pegangan hidup yang benar.

Huruf Ta (ت) dianalogikan kepada “ taanikul ma’ashi” sikap dan perilaku seorang santri harus jauh dari maksiat. Dalam kehidupan bermasyarakat ia akan selalu dilihat dan dipandang sebagai orang yang paham sebagai orang yang paham ajaran agama.

Huruf (ر) dianalogikan kepada “Raisul ummah” seorang santri harus berdiri di depan sebagai pemimpin baik dalam perkara ibadah ataupun mumalah.

Baca Juga:  Imam Masjid Al Azhar Pimpin Salat Tarawih di Ponpes Al Muhajirin

Analogi lai kata santri adalah “Sun dan Three” bahasa inggris yang berarti “tiga matahari” makna kiasan bahwa santri harus memiliki “3 sumber cahaya” kehidupan yaitu Islam, dan Ihsan.

Jika dikaitkan dengan sumpah pemuda yang kerap kita ketahui di momentum tanggal (28 Oktober 1928) dalam memperingati “Hari Sumpah Pemuda” kita harus mengerti atau memahami arti penting sumpah pemuda.

Berbicara pemuda, seiring didapati bahwa pemuda mempunyai peran yang sangat besar dalam pembangunan agama dan bangsa mereka adalah harapan bangsa yang akan berjuang demi masa depan Negara yang lebih cerah.

Mereka juga didalam waktu yang sama adalah tumpuan agama yang akan berjuang demi kejayaan islam dimasa mendatang.

Kita semua maklum, bahwa masa depan bangsa dan agama ditentukan oleh para pemuda-pemuda masa kini. Seiring dengan semboyan yang sering kita dengarkan.

“Syubbanul yauma, rijatul jihad “ youth to day, lender tomorrow “

(pemuda hari ini, pemimpin hari esok”)

(ayeuna budak  ngora, isukan pamimpin nagara).

Bagaimana keadaan bangsa dan Negara 10, 20, 30 tahun yang akan datang ?

Jawabannya ada ditangan pemuda-pemudi masa kini.

Penulis: Irma Yanti.

Pekerjaan: Mahasiswa STAI dr.KHEZ Muttaqien, Purwakarta.

Jurusan: Tarbiyah

Prodi: Pendidikan Agama Islam (PAI).

Semester : 1 (satu)

Jabar News | Berita Jawa Barat