Tolak RUU KUHP, Ketua AMSI: Toh Selama Ini Sudah Ada UU Pers

 

JABARNEWS | JAKARTA – Rencana pemerintah dan DPR dalam mengesahkan RUU KUHP dinilai dapat melumpuhkan Undang Undang Pers.

Demikian diungkapkan Ketua Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wenseslaus Manggut. Menurutnya, rencana pemerintah dan DPR mengesahkan RUU KUHP dapat melumpuhkan Undang-Undang (UU) Pers, yang selama ini menjadi acuan dalam kerja jurnalistik.

Sekalipun selama ini ada sengketa dengan pemberitaan, umumnya mampu diselesaikan melalui Dewan Pers karena itu, Wens menyayangkan bila pemerintah malah menempuh jalur pidana, dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pemberitaan.

Baca Juga:  Inilah Cara Mendapatkan Fasilitas Impor Berupa Pembebasan PPN

“Uu Pers itu yang didahulukan jika ada sengketa pers. Toh selama ini sudah berlaku dan berjalan dengan baik,” kata Wens, Selasa (13/2/2018).

Dikatakannya, kalau ada yang keberatan dengan berita, dia berhak mengadu ke Dewan Pers Kalau pers yang salah, pers yang harus minta maaf.

“Jadi publiknya yang dilindungi di sana,” tegasnya.

Hal yang terlewatkan dalam RUU KUHP yang kabarnya akan diketok palu oleh pemerintah dan DPR kata Wens, ialah pencampurbauran antara informasi yang berasal dari perusahaan berita, dan informasi dari perusahaan teknologi (media sosial, Red).

Baca Juga:  Inilah 4 Peninggalan Bersejarah yang Memikat di Kabupaten Subang

Bagi Ketua AMSI tersebut, konten yang diproduksi oleh perusahaan berita sudah jelas merujuk kepada UU PERS dan Pedoman Media Siber. Sedangkan konten yang berasal dari media sosial, mengacu ke UU ITE.

“Memang ada yang menggunakan media sosial untuk tujuan yang tidak benar. Tapi ada juga yang terjebak di media sosial. Mereka  butuh diliterasikan,” imbuhnya.

Baca Juga:  Ramalan Zodiak Hari Ini Aries, Taurus dan Gemini

Wens mengatakan, pemerintah tak perlu panik menghadapi berbagai masalah yang datang dari media sosial. Seharusnya pemerintah bisa duduk bersama dengan perusahaan teknologi, untuk memberantas dan menekan jangkauan kabar-kabar palsu (fake news) dan ujaran kebencian (hate speech).

“Pemerintah perlu duduk dengan perusahaan teknologi ini dan media untuk membahas solusi lain. Jangan pidana melulu,” pinta Wens. (Wan)

Jabarnews | Berita Jawa Barat