JABARNEWS | JAKARTA – Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) siap mendukung rencana Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) untuk meminta Polri menyelidiki potensi pelanggaran keamanan data pribadi oleh Facebook.
AMSI mengimbau pemerintah menjamin keamanan data pribadi warga dan memastikan tak ada penyalahgunaan data itu untuk kepentingan politik dalam pemilihan umum.
Selain itu, Dewan Perwakilan Rakyat juga diminta untuk mempercepat pembahasan Rancangan Undang Undang Perlindungan Data Pribadi.
“Facebook juga diminta untuk memperbaiki mekanisme perlindungan data pribadi penggunanya, serta mengidentifikasi dan menghapus konten hoaks, hate speech, konten SARA yang beredar di platformnya,” tulis Ketua Umum ATSI Wenseslaus Manggut, dikutip laman Liputan6, Jumat (6/4/2018).
AMSI juga meminta Polri untuk menyelidiki benar tidaknya data sejuta penguna Facebook Indonesia yang bocor sebagaimana ramai diberitakan media massa. Asosiasi ini juga menyatakan siap bekerja sama dengan semua pihak untuk mengatasi persoalan ini.
“Sebagai organisasi yang menaungi pengelola media-media siber yang profesional, berintegritas dan menjunjung tinggi Kode Etik Jurnalistik, AMSI siap bekerjasama dengan semua pihak untuk membantu meningkatkan kredibilitas informasi yang disebarkan melalui media sosial,” tuturnya.
Selain kasus penyalahgunaan data yang masih belum usai, Facebook sebenarnya masih memiliki isu lain yang tak kalah penting, yakni konten yang beredar di platformnya.
Seperti diketahui, platform Facebook sering digunakan sebagai sarana penyebaran hoax atau kabar palsu.
Penyedia Platform Bandel
Menkominfo Rudiantara pun menyebut Facebook merupakan salah satu penyedia platform yang bandel untuk urusan konten. Maksudnya, penindakan Facebook terhadap konten yang tak sesuai dengan aturan di Indonesia tidak memenuhi ekspektasi.
“Saya harus sampaikan bahwa media sosial itu enggak kooperatif-kooperatif amat. Dari sembilan penyedia platform, tiga di antaranya hanya memenuhi 50 persen permintaan dari pemerintah (soal pengelolaan konten),” tuturnya saat ditemui di kantor Kemkominfo, Kamis (6/4/2018) malam.
Karena itu, dia mengatakan Kemkominfo selalu berlandaskan data dan statistik saat berencana untuk menutup penyedia platform. Ia menuturkan dirinya tak punya intensi pribadi untuk begitu saja menutup penyedia platform yang ada di Indonesia.
“Facebook itu masuk yang tak patuh. Sementara ada dua lagi yang besar-besar,” tuturnya menjelaskan.
Berdasarkan data yang sebelumnya sempat diungkap Kemkominfo, dua layanan lain yang terbilang tak patuh adalah Telegram dan Google.
Berdasarkan data yang diungkap Kemkominfo, sembilan platform yang dimaksud adalah Facebook+Instagram, Twitter, Google+YouTube, Telegram, Line, BBM, Bigo, Live Me, dan Metube.
Dari data itu, Facebook ditambah Instagram memang memiliki tingkat kepatuhan yang tak terbilang besar.
Dia menuturkan, ketika itu berbekal aplikasi survei kepribadian yang dikembangkan Global Science Research (GSR) milik peneliti Universitas Cambridge, Aleksandr Kogan, data pribadi puluhan juta pengguna Facebook berhasil dikumpulkan dengan kedok riset akademis.
Data itu yang kemudian dijual secara ilegal pada Cambridge Analytica dan digunakan untuk mendesain iklan politik untuk mempengaruhi emosi pemilih. Bahkan, mereka juga menyebarkan isu, kabar palsu, dan hoaks untuk mempengaruhi pilihan politik warga.
Induk perusahaan Cambridge Analytica yakni Strategic Communication Laboratories Group (SCL) sendiri sudah malang-melintang mempengaruhi pemilihan di 40 negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia. (Des)
Jabarnews | Berita Jawa Barat