Membangun Literasi Di Bulan Ramadan

JABARNEWS | PURWAKARTA – Menurut, Education Development Center (EDC) Menyatakan Bahwa “Literasi Lebih Dari Sekedar Kemampuan Baca Tulis. Lebih dari itu, Literasi adalah kemampuan individu untuk menggunakan segenap potensi dan yang dimiliki dalam hidupnya”.

Ada Banyak Peristiwa besar yang terjadi di bulan suci ramdan pada zaman Nabi Muhammad Saw. Salah satunya adalah Turun nya Wahyu pertama dalam Al Qur’an yakni Surah Al Alaq. “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan.” (QS:Al-‘Alaq | Ayat: 1). Dari sejumlah kata tersebut, Tuhan telah memilih kalimat “Iqra” menjadi kalimat pertama yang diturunkan. Padahal di dalam Alquran terdapat ribuan kalimat perintah. Seperti: Aqimussolati, itaujzakati., Dll. Dari sekian banyak kalimat, Allah pilih “Iqra” sebagai kalimat pertama yang Dia turunkan. Padahal Rasulullah Saw, tidak bisa membaca dan menulis.

Keistimewaan figur beliau adalah berhias dengan akhlak yang mulia. Jika Allah menghendaki, Rasulullah Saw bisa menyampaikan wahyu pertamanya tentang contoh-contoh akhlak mulia yang beliau miliki. Bukan malah sesuatu yang tak beliau mampui. Hal ini mengindikasikan bahwa permulaan membangun umat ini adalah dengan ilmu. Dan salah satu metode yang dituntunkan oleh Rabb kita untuk memperoleh ilmu adalah dengan membaca. Islam jaya karena mengembangkan literasi sampai tahapan pengembangan ilmu pengetahuan, ada banyak tokoh penulis ilmuan islam yang terkenal seperti al farabi, Ibnu sina,Ibnu Rusyd, Dan tokoh-tokoh yang lainnya. Jika lingkungan kita tidak memiliki budaya literasi, maka kita gagal sebagai manusia yang terdidik, bulan Ramdan adalah cara tepat untuk memulai kembali berkegiatan literasi.

Baca Juga:  Dispar Klain Arca Nandi Di Museum Sri Baduga Berasal Dari Pangandaran

Karena berdasarkan data versi most literate world nations, indonesia berada di peringkat ke 60 dari 61 negara yang berpartisipasi, itu membuktikan bahwa keterpurukan indonesia dalam dunia literasi sangat rendah, untuk keberlangsungan bernegara demokrasi seperti indonesia, literasi berperan membangun populasi terpelajar yang menjadi kunci sebuah negara dengan pondasi sosial, ekonomi dan politik yang kuat, literasi membantu masyarakat melepaskan diri dari belenggu ketidak tahuan, tehindar manipulasi dan ditinggalkan arus globalisasi.

Demikian pula dengan puisi, ya. sama saja termasuk golongan keluarga yang bisa di wakilkan dengan panggilan literasi. kita tidak akan pernah bisa terlepas dari puisi, terlepas dari itu saya masih bingung dengan peranan dan fungsi puisi dalam kehidupan. yang terbilang alay, gombal dan menjijikan oleh banyak sebagian dari kaula muda masa kini. ini terlalu rumit bagi saya, mungkin puisi itu lebih terhadap melatih keterampilan menyusun kata-kata lalu menikmatinya. namun, sejauh saya membaca karya puisi kejayaan dimasa Chairil Anwar, WS Rendra, Wijhi Tukul, Soe Hok Djie, Sitor Situmorang, Sutardji, Sapardi dll. ternyata memiliki perbedaan esensi dan karakter pesan dalam setiap zaman nya.

Baca Juga:  Ladies Jarang Cuci Bra? Boleh, Asal...

Dalam khazanah sastra Islam, nama Rumi tertoreh dengan tinta emas. Dialah salah satu penyair hebat yang menjadi kebanggaan dunia Islam, tak berlebihan jika ia disebut sebagai penyair paling populer di Negeri Paman Sam. jadi apa yang kita ragukan lagi dalam berpuisi? pikir panjangku dengan puisi kita bisa mencintai, menikmati, merangkul pula memukul.

Itulah alasan menurut saya, kenapa “kita tidak akan pernah bisa terlepas dari puisi”. Hal semisal ini kira-kira dapat kita gambarkan dalam suatu quotes dialog dari film dead poets society.

Baca Juga:  Polisi Bongkar Praktik Prostitusi Online Modus Kapsul Keperawanan

“Kita tidak menulis atau membaca puisi sebab kedua hal itu adalah sesuatu yang manis, kita melakukannya sebab kita adalah manusia. dan kemanusiaan itu penuh dengan ghairah, memanglah pengobatan, hukum, bisnis, penting untuk mempertahankan kehidupan, tetapi. puisi, kecantikan, asmara, dan cinta berguna bagi kita untuk tetap hidup”

Wallahu’alam, seperti itulah kira-kira.

JEJAK

Jejak adalah bekas dimana kita melangkah

setiap jejak adalah perkara yang sudah kita buat

pena, tuliskan aksara berbentuk cerita setelahnya

dalam nada kesunyian berjiwa kehampaan

jejak yang tercatat mati terkubur dalam kedelimaan

karena melangkah tanpa membawa sampah tidak akan ter’arah

matilah hati dalam mangkuk dunia yang fana

tanpa sadar, tuhan selalu ada memperhatikannya.

(Purwakarta, 2014)

Penulis: Hadi Ibnu Sabilillah a.k.a @Hadialbulaqi, Bergiat di @kopelpurwakarta, PC IPNU. untuk beberapa tulisannya terkumpul pada www.ruanghadialbulaqi.blogspot.co.id dan @ruangjejak_sajak