JABARNEWS | BANDUNG – Beyond Anti Corruption (BAC) dan Perkumpulan Inisiatif melaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KP)K dugaan adanya pelanggaran hukum dalam pengelolaan rekening deposito milik Pemkot Bandung. Pelaporan dilakukan belum lama ini.
Pelaporan tersebut berdasarkan temuan hasil studi BAC dan Inisiatif terhadap berbagai dokumen laporan keuangan Pemkot Bandung kepada Kementerian Keuangan. Serta dokumen hasil pemeriksaan atas laporan keuangan yang sudah diaudit oleh BPK RI.
Donny Setiawan, Sekjen Perkumpulan Inisiatif, mengungkapkan pada tahun 2016 dan 2017 Pemkot Bandung menyimpan sebagian dana APBD di bank umum. Dana tersebut disimpan dalam bentuk deposito berjangka kurang dari 3 bulan.
“Kita menilai ada kejanggalan dari besaran nilai uang yang didepositokan berikut bunga yang diperoleh,” kata Donny.
Dari studi yang dilakukan, ditemukan besaran deposito Pemkot Bandung di tahun 2016 dan 2017 nilainya cukup fantastis. Di 2016, total dana APBD Kota Bandung yang pernah diendapkan dalam bentuk deposito mencapai Rp. 4,7 Triliun, atau sekitar 65,3 persen dari anggaran APBD Kota Bandung yang mencapai Rp. 7,2 Triliun.
Studi juga menemukan bila nilai rata-rata deposito sebesar Rp.398,67 Miliar per bulan. Adapun, jumlah penyimpanan deposito terbesar dilakukan di bulan Oktober dengan nilai Rp. 1,01 Triliun. Sementara di tahun 2017, total dana APBD yang pernah diendapkan dalam bentuk deposito mencapai Rp.2,6 Triliun atau setara dengan 38,2 persen total dana APBD Kota Bandung yang sebesar Rp.6,8 Triliun.
Rata-rata dana yang didepositokan per bulannya mencapai Rp.218,67 Miliar. Penyimpanan jumlah deposito terbesar dilakukan pada bulan November yaitu Rp.558 Milyar.
Selain besaran nilai deposito yang cukup besar, kejanggalan juga terlihat dari besaran nilai suku bunga yang diterima oleh Pemkot Bandung.
“Berdasarkan dokumen laporan keuangan, selama tahun 2016 Pemkot Bandung memperoleh bunga deposito sebesar Rp. 25,01 milyar, artinya tingkat suku bunga yang diterima oleh Pemkot Bandung sekitar 0,65 persen per bulan,” katanya.
Ben Satriatna, peneliti BAC, mengungkapkan bila nilai ini melebihi tingkat suku bunga pasar yang hanya berkisar 0,5% per bulannya. Lebih lanjut, Ben tidak memungkiri adanya kemungkinan tingkat suku bunga yang diperoleh Pemkot Bandung bisa lebih tinggi dari 0,65% per bulan seperti halnya yang diperoleh Pemprov Jabar.
Studi sebelumnya yang dilakukan oleh BAC dan Perkumpulan Inisiatif, menemukan jika tingkat suku bunga yang diterima oleh Pemprov Jabar mencapai 2,75 persen per bulan. Dugaan tingkat suku bunga yang diperoleh Pemkot Bandung bisa lebih besar dari 0,65% per bulan muncul karena baik Pemprov Jabar maupun Pemkot Bandung sama-sama menyimpan depositonya di Bank BJB.
“Bila ternyata Pemkot Bandung mendapatkan nilai suku bunga yang lebih besar dari 0,65 % per bulan, maka dapat diasumsikan bila Pemkot Bandung telah melaporkan perolehan bunga yang lebih kecil dari yang sebenarnya diperoleh,” katanya.
Menanggapi praktek deposito yang dilakukan oleh Pemkot Bandung, Dedi Haryadi, Ketua BAC, menyatakan bila praktek mendepositokan yang dilakukan oleh Pemkot Bandung dapat menghambat proses pembangunan dan pelayanan publik di Kota Bandung karena dilakukan di tengah tahun anggaran.
Seyogyanya uang yang didepositokan merupakan sisa anggaran yang tidak terpakai. Lebih jauh Dedi menyatakan tidak transparannya proses penentuan besaran tingkat suku bunga deposito yang disepakati oleh Pemkot Bandung dengan pihak bank menimbulkan kecurigaan adanya indikasi praktek korupsi.
Dedi melanjutkan bila penentuan tingkat suku bunga yang lebih tinggi dari tingkat suku bunga pasar bukanlah hal yang wajar, untuk itu perlu dicurigai terjadi praktek gratifikasi, suap, kick-back, dan lain sebagainya.
Lebih lanjut, Donny menyatakan bahwa kepemilikan rekening deposito oleh Pemerintah Daerah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri Keuangan No.53/PMK.05/2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan. (Vie)
Jabarnews | Berita Jawa Barat