Petani Karawang Terpaksa Airi Sawah dengan Air Limbah

JABARNEWS | KARAWANG – Cadangan air irigasi di wilayah Jatisari, Karawang, mulai menipis. Terlebih di saat musim kemarau. Untuk mengantisipasi hal tersebut, petani harus memanfaatkan air tercemar limbah industri.

Kesulitan untuk mendapatkan air irigasi terjadi sejak musim kemarau. Beberapa tanaman padi dan cabai petani tidak sedikit yang mati akibat kurangnya mendapatkan air.

“Para petani memanfaatkan air limbah buangan untuk mengairi tanaman mereka agar tetap hidup. Air dari saluran buangan ini disedot dan disalurkan ke areal tanaman cabai,” kata salah seorang petani cabai di Desa Jatisari, Warta seperti dikutik merdeka.com.

Baca Juga:  Belum Sebulan Diperbaiki Jalan di Jalancagak Sudah Rusak

Meski air buangan tersebut kotor dan berbau, mereka tetap menggunakannya untuk mendapatkan pasokan air irigasi. Hal ini karena di daerah tersebut semua sumber air bersumber dari bendungan Barugbug.

“Air limbah di sini dari limbah industri wilayah hulu sungai Cilamaya, yang mengairi ribuan hektar areal sawah,” jelasnya.

Selama ini areal sawah di wilayah Jatisari selalu mengalami kekurangan air irigasi saat musim kemarau. Selain curah hujan sedikit, wilayah ini jauh dari sumber air, sehingga air yang terkontaminasi limbah industri dari bendungan Barugbug dimanfaatkan petani.

Baca Juga:  Inilah Penyebab Tol Jakarta-Cikampek Macet

Warta mengatakan untuk mengairi sawah yang kering, petani harus mengeluarkan biaya tambahan yaitu membeli bahan bakar minyak (BBM) untuk mesin pompa.

“Jumlah BBM yang diperlukan juga bervariatif, tergantung luasan lahan dan jenis pompa. Untuk pompa kecil, dalam semalam menyedot air, bisa menghabiskan habis bensinnya 34 liter,” imbuhnya.

Baca Juga:  Kelabui Petugas, Penjual Miras di Purwakarta Gunakan Ini

Air dari saluran buangan ini disedot dan disalurkan ke sawah petani. Gelontoran air limbah ini sampai menimbulkan gumpalan buih yang cukup besar.

Petani lain menuturkan Meski air buangan tersebut kotor dan berbau, mereka tetap menggunakannya. Hal ini karena di daerah tersebut semua sumber air telah mengering.

“Air limbah di sini dari limbah industri sama limbah rumah tangga,” kata Udin seorang petani warga Cirejag, Jatisari. (Anh)

Jabarnews | Berita Jawa Barat