“Pancasila merupakan pandangan hidup yang God centered. Menjadikan Tuhan sebagai pusat kehidupan. Posisi nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dalam sila pertama menjadikan pandangan hidup bangsa ini meninggikan Tuhan sebagai pusat dari kehidupan. Dengan demikian, segala praktik kemanusiaan, kebangsaan demokrasi dan keadilan sosial ialah cara beribadah, mempersembahkan hidup kepada Tuhan.”
Kalimat tersebut berasal dari buku “Islam, Pancasila, dan Deradikalisasi” (halaman 1). Saya setuju dengan pernyataan tersebut karena memang Ketuhanan mesti diposisikan sebagai payung yang menaungi, sekaligus melandasi sila kedua sampai lima. Sehingga agama tampak berkontribusi dalam memberikan nilai-nilai dalam konstruksi negara dan bangsa.
Bung Karno (Soekarno) sebagai pemikir dan perumus, awalnya bersifat praktis dalam mengusung Pancasila karena ingin menghimpun kekuatan dari kalangan nasionalis, sosialis, dan Islamis untuk melawan kolonialisme sebagai musuh bersama. Dan memang berhasil. Seiring perkembangan sejarah bahwa masing-masing dari ketiganya masuk dalam dinamika politik yang dinamis, bahkan saling meniadakan. Ini karena tidak ada lagi musuh bersama, sehingga di antara ketiganya terjadi kontestasi dalam politik, budaya, ekonomi, dan gerakan-gerakan kebangsaan yang diusungnya; yang didasarkan dengan tafsirnya masing-masing atas ke-Indonesia-an.
Belakangan ini, dinamika soal Pancasila kembali masuk dalam wacana publik. Segelintir orang dengan penuh semangat menyatakan sudah tidak “up to date” sehingga perlu diganti. Tawaran penggantinya bukan yang baru, tetapi yang ditolak di berbagai negara dan belum terbukti keberhasilannya dalam kenegaraan maupun kemakmuran rakyat. Kemudian dari sisi nalar dan praktis pun sudah banyak yang mengkritisi. Meski dihubungkan dengan hukum ketuhanan, tetapi saat masuk wilayah publik, maka yang muncul adalah berupa pemahaman atas hukum Tuhan. Dan kita ketahui ini sudah masuk tataran tafsir dan antarpenafsir tidak pernah sama. Bukan hanya agama, urusan rumah tangga pun kadang beda pemahaman atas satu persoalan antara seorang suami dengan istri.
Apalagi ini menyangkut negara, sistem, dan pedoman ke-Indonesia-an, tentu akan melahirkan dinamika yang mengarah pada segala bidang di kenegaraan dan kebangsaan. Dan sampai saat ini, yang berhasil menguatkan akar kebangsaan dan mampu menjadi perekat masyarakat adalah Pancasila. Merdeka!
Dr. H. Joko Trio Suroso, Drs, SH, MH, MM, MBA adalah Caleg DPRD Jabar Dapil Karawang dan Purwakarta