Polisi Sering Disudutkan Karena Tangkap Ulama, Begini Kata Ali Imron

JABARNEWS | BANDUNG – Mantan teroris dan pelaku Bom Bali I Ali Imron mengatakan bahwa aparat kepolisian tidak akan pernah mengusik para ustadz, dai, dan ulama bila memang tidak melakukan tindak pidana.

Bahkan, Narapidana kasus terorisme Bom Bali I ini mengaku bahwa dirinya dirinya ditangkap, diadili, dan mendekam di penjara selama 18 tahun karena melakukan pengeboman di Bali pada Oktober 2002.

“Kita sebagai ustaz tidak pernah diusik polisi, bahkan ketika kami membantu jihad di Ambon dan Poso,” kata Ali Imron dikutip dari laman detik.com, Minggu (11/4/2021).

Baca Juga:  Zumi Zola: Kontestasi Pilgub Jabar Sangat Menarik Perhatian

Dia mengungkapkan, polisi memenjarakan dirinya karena profesinya sebagai ustaz dan pernah berjihad di Ambon, Poso, bahkan sebelumnya ke Afghanistan. Karena itu, kemudian muncul aksi-aksi teror dengan sasaran polisi dan kantor polisi sebagai tindak balasan.

“Itu ngawur. Ngapain polisi kita jadikan sasaran. Kalau ndak mau ditangkap, ya ndak usah neko-neko,” ucapnya.

Sebagai orang yang pertama kali melakukan teror bom di Indonesia, Ali Imron mengaku sangat menyesal. Ali Imron meratapi aksinya di Bali pada 12 Oktober 2002 karena dianggap telah menginspirasi berbagai teror kemudian.

Baca Juga:  Debat Capres Tanpa Wakil

“Saya merasa bersalah setiap kejadian bom di Indonesia. Karena saya salah satu yang mengobarkan semangat melakukan aksi jihad yang kami niatkan pada waktu itu,” ujarnya.

Ali Imron juga mengakui pernah melakukan pemboman di gereja-gereja. Tapi bom yang dirakit sengaja berkekuatan kecil dan diletakkan di ruang kosong, sebab peledakan bom lebih dimaksudkan sebagai peringatan terhadap kaum non muslim terkait konflik Ambon dan Poso.

“Jadi, ketika saya lihat jamaahnya ternyata banyak perempuan dan anak-anak, ya bom diletakkan di ruangan kosong biar nggak banyak korban,” ungkapnya.

Baca Juga:  Rapat Paripurna DPRD Kuningan Dihentikan ’Kardus Pray For Lombok’

Ali Imron juga mengecam keras aksi teror yang dalam beberapa tahun terakhir ini dilakukan dengan melibatkan perempuan dan anak-anak. Padahal tak ada satu ulama pun yang membolehkan aksi jihad bersama perempuan, isteri dan anak-anak.

“Kalau dalam jihad yang benar, justeru perempuan, anak-anak, dan orang tua dan lemah itu ada tempat pelindungan sendiri. Jadi mereka itu pakai adab atau fiqih jihad apa?,” tutupnya. (RNU)