Warga Punclut Menduga Ada Mafia Tanah Ex Verponding 12, Minta Pemerintah Hadir

JABARNEWS | BANDUNG – Sejumlah Warga Punclut yang tergabung dengan Paguyuban Padumukan Punclut meduga adanya mafia tanah di wilayahnya, ditengah lahirnya Satuan Tugas atau Satgas Anti Mafia Tanah yang dibentuk oleh Mabes Polri

Penasehat Paguyuban Padumukan Punclut Dedi Herliadi menduga ada praktek mafia yang membayang-bayangi tanah tanah negara yang tengah dimanfaatkan oleh masyarakat.

“Diduga disini ada praktek mafia tanah tepatnya diwilayah Punclut yang ada di RW 07 dan RW 12 Desa Pagerwangi, ada sebidang tanah bekas ex verponding 12, yang sejak tahun 1980 sudah kembali dalam penguasaan negara atau tanah negara,” ujar Dedi Herliadi, Minggu (6/5/2021).

Ia menjelaskan tanah tersebut sudah dimanfaatkan oleh masyarakat sejak berpuluh puluh tahun lamanya. Namun, kini telah ada salah satu pengembang yang mengklaim tanah tersebut miliknya.

Baca Juga:  Waduh! DI Kota Ini, Kematian Akibat Covid-19 Didominasi yang Belum Divaksin

“Ada salah satu pengembang yang mengklaim tanah tersebut miliknya. Kami punya keterangan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Jawa Barat bahwa tanah ini tanah dalam penguasaan negara,” ujarnya.

Menurut Dedi, warga Punclut mengharapkan adanya kehadiran negara untuk mencegah adanya mafia tanah yang berlarut-larut. Kata dia, khawatir terjadi konflik horizontal.

Sementara itu, Kuasa Hukum Paguyuban Padumukan Punclut Yudi Kurnia turut menanggapi terkait hal pihak pengembang yakni PT Dam Utama Sakti telah mendapatkan surat pelepasan hak garap dari warga.

“Surat peralihan garapan dari rakyat kepada perusahaan merupakan praktek keliru, seharusnya cukup sampai pelepasan garapan saja tidak sampai dibuatkan surat peralihan yang seolah olah menjadi hak perusahaan,”Paparnya.

Baca Juga:  Andrea Dovisiozo Bawa Ducati Menang Di GP Misano

Yudi menambahkan, sebagaimana dalam syarat permohonan hak yang berasal dari tanah negara maupun tanah milik harus dalam kondisi clear tidak ada yang menguasai pihak manapun, oleh karena itu seandainya ada pihak yg menguasai harus terlebih dahulu dilepaskan.

Namun demikian selama pelepasan garapan itu kalau ternyata tidak kunjung terbit HGU atau HGB yang dimohonkan dan juga ijin lokasinya sudah habis maka otomatis surat pelepasan garapan menjadi gugur sebanding lurus dengan berlakunya izin lokasi dan perusahaan tidak bisa lagi mengklaim atas tanah tersebut.

Sementara menurut Yudi tindakan perusahaan sangat tidak mendasar dan diluar aturan hukum yang berlaku, dimana setelah ada pelepasan garapan oleh rakyat kemudian dibuat surat oleh perusahaan menjadi beralih kepada perusahaan.

Baca Juga:  Ridwan Kamil: Kemajuan Bangsa Dapat Dilihat dari Infrastruktur Bangunan

“Hal ini telah mendahului keputusan pejabat yang berwenang sebagai pemberi hak dan perusahaan sendiri menganggap seolah olah seperti status hak milik yang tidak memiliki batas waktu dan mengalahkan batas waktu HGB atau HGU,” jelasnya.

Namun, menurut dia, melihat fakta objektif dilapangan bahwa tanah tersebut dari dulu sampai sekarang dikuasai dan dimanfaatkan oleh rakyat dan sudah menjadi hunian tetap, terbukti dengan diterbitkannya sebagian KTP yang beralamat dilokasi tanah tersebut dan sebagai mata pencaharian tetap masyarakat.

“Dan kalau seandinya kedepan apabila BPN maupun pemerintah daerah memberikan hak kepada perusahaan, maka kami akan kejar untuk menempuh jalur hukum karena pasti menggunakan cara cara praktek mafia tanah dengan cara memanipulasi data objektif di lapangan,” jelasnya. (Red)