JABARNEWS | PURWAKARTA – Ditengah era modern ini hampir kebanyakan rumah-rumah menggunakan bilik bambu sudah langka ditemukan di pedesaan apalagi di perkotaan.
Kini, sebagian besar masyarakat beralih menggunakan material bangunan seperti bata merah, hebel dan GRC untuk mendirikan rumah masyarakat.
Akan tetapi, di tengah perkembangan modernisasi pak Cunik masih tetap eksis membuat bilik bambu di rumahnya berlokasi di Kampung Rawagede Kaler, Desa Rawasari, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta.
“Setiap hari saya membuat bilik bambu kemudian di jual,” ungkap Pak Cunik, Pada Rabu (30/6/2021)
Ia mengaku masih ada masyarakat yang berminat karena memberikan keunikan tersendiri pada bangunan yang menggunakannya.
Atas dasar itu, pak Cunik tetap eksis di samping mempertahankan kerajinan tangan yang telah dia geluti sejak lama tersebut.
“Ada saja pembeli datang ke sini membeli bilik bambu,” ujar kakek akrab disapa Bah Cucun tersebut.
Adapun teknik pembuatannya sendiri diawali dengan membelah bambu diperkirakan ukuran sekitar 5 centimeter terlebih dahulu.
Setelah itu, belahan-belahan bambu diproses menjadi anyaman. Caranya, belahan bambu tersebut diserut dengan pisau tajam hingga mendapatkan bilah-bilah tipis. Proses berikutnya potongan tipis itu dianyam menjadi bilik bambu.
Dalam dua hari, ia mengaku mampu menyelesaikan bilik bambu sekitar tiga lembar berukuran 2 X 2,5 meter.
“Tapi tergantung ukuran dan tingkat kesulitannya juga. Paling sulit itu membuat bilik yang semuanya kulitnya (hinis) karena dalam satu bambu paling menjadi 4 sampai 5, berbeda dengan daging (daleman) bambu bisa lebih banyak,” ungkap bah Cucun.
Adapun harga bilik bambu, bah Cucun mematok dengan harga beragam mulai harga Rp20.000 per meter untuk bilik bambu campuran, Rp80.000 bilik yang semuanya kulit atau hinis.
“Tidak menunggu yang pesan, saya membuat aja dulu karena ada saja yang mencari bilik bambu datang ke sini,” ungkapnya..
Selain itu, ia bercerita dahulu sebagian besar masyarakat di kampung ini membuat anyaman bilik bambu hingga kampung ini di sebut blok bilik. Namun seiring perkembangan zaman, ditambah para perajin sudah tidak ada (meninggal dunia) tidak ada generasi penerus. Masyarakat sebagian besar memiliki kerja di perusahaan dibanding menganyam bilik bambu.
“Paling juga sekarang ada empat orang lagi yang masih membuat bilik bambu ini,” kata bah Cucun. (Gin)