Nasib Peternak Ayam Diombang-ambing, Pemerintah Diminta Tak Acuh

JABARNEWS | BANDUNG – Nasib para peternak ayam skala UMKM dan mandiri kini sangat mengkhawatirkan. Pasalnya, keadaan harga pasar bagi para peternak saat ini tidak menentu yang menyebabkan peternak merugi.

Bahkan, sejak tahun 1980 hingga saat ini tak sedikit para peternak yang gulung tikar alias bangkrut.

“Kondisi saat ini baik saat PPKM ataupun tidak, nasib peternak diacuhkan oleh pemerintah. Menyikapi itu kami akan membuat konsolidasi nasional ke-2, untuk menentukan sikap terhadap pemerintah yang dinilai telah abaikan tuntutan peternak terhadap nasib keberadaan usaha ayam,” kata Ketua Koperasi Peternak Milenial Iwang, Rabu (28/7/2021).

Dia menerangkan, menstabilkan supply dan demand sejatinya pemerintah sudah mengeluarkan jurus ampuh, yaitu Surat Edaran (SE) Menteri Pertanian dari Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, bahwa telah diterbitkan untuk cutting bibit ayam (DOC), HE (telur tetas), dan apkir dini Parent Stock yang sudah berjilid-jilid.

“Harga jual lovebird di kandang peternak, sudah hampir sebulan jatuh terus sampai seharga Rp7000-Rp8.000 per kg. Itu setara dengan harga bibit ayam (DOC) saat kami beli, sudah jelas merugi. Disini yang kami kritisi kegunaan Surat Edaran cutting yang baik tujuannya, ini kok cenderung pro integrator ya? Mengapa?” ucapnya.

Baca Juga:  Bupati dan Wabup Pangandaran Positif Covid-19, Ridwan Kamil: 3M Itu Penting

Iwang mengungkapkan, peternak seperti harus mengemis untuk diterbitkannya surat edaran tersebut. Mirisnya, surat edaran ini dimanfaatkan breeder (pembibit ayam), untuk menaikan harga jual anak ayam (DOC) menjadi Rp7.000-Rp8.000 per ekor.

Breeder maupun integrator, dikatakan Iwang, jangan mentang-mentang sudah diberi kuota impor GPS (Grand Parent Stock), maka seenaknya menaikan harga DOC Final Stock dikala harga ayam hidup jatuh.

“Rencananya kita akan menggelar pertemuan secara virtual, yaitu Konsolidasi Nasional ke-2 antara Peternak Ayam Ras dan para Aktivis Mahasiswa Peternakan se-Indonesia. Ini akan berlangsung pada Jumat (30/7/2021) yang akan dihadiri sekitar 300 orang yang terdiri dari peternak dan mahasiswa,” ungkapnya.

Baca Juga:  Minat Kuliah Di Korsel, Ini 3 Universitasnya

Agenda akan berlangsung menyatakan sikap Mahasiswa dan Peternak dari masing-masing asosiasi dan institusi kampus mengenai nasib peternak rakyat mandiri atas abainya pemerintah terhadap masalah ini.

Sementara itu, Ketua Dewan Pembina GOPAN Tri Hardiyanto menyampaikan, peternak ayam berpendapat, Surat Edaran ini akan baik jika diawasi dan ada juga seharusnya beriringan dengan dikeluarkan Surat Edaran untuk menegaskan harga maksimal bibit ayam (DOC) dari Kementerian Perdagangan.

“Surat Edaran harus disiapkan jauh-jauh hari, agar tidak terkesan seperti on dan off harus nyambung terus karena kita tahu kenyataannya stock ayam oversupply,” ucap Tri.

Sekjen PINSAR dari Perhimpunan Peternak Unggas Nusantara/PPUN Jawa Timur Fathoni menyatakan, Menteri Pertanian melalui Dirjen PKH harusnya serius menjalankan aturan yang dibuatnya sendiri yaitu Permentan 32 tahun 2017 dan upaya perlindungan keberlangsungan usaha peternak rakyat sesuai amanat UU No. 41 tahun 2014 j.o UU No. 18 tahun 2009.

Baca Juga:  Soal Pilkada, Ini Rambu-rambu Untuk Aparatur Sipil Negara

Perwakilan Aktivis Mahasiswa yaitu Muhammad Firdaus Susanto menyatakan bahwa, faktanya pemerintah justru menjadi ketua pelaksana pertandingan yang tidak adil, antara perusahaan integrator vs peternak rakyat di arena pasar yang sama yaitu wet market.

Untuk itu, para peternak ayam sepakat, mahasiswa dan peternak perlu rapatkan barisan untuk sama-sama mengingatkan pemerintah dan kementerian, terkait masa depan nasib peternak mandiri ini terlindungi.

Perlu diingat peternak telah banyak melakukan suatu tuntutan dari demonstrasi berulang kali, melayangkan somasi sampai ketiga kalinya kepada Kementerian Pertanian oleh wakil peternak dari Bogor yaitu PPRN (Paguyuban Peternak Rakyat Nusantara).

Pada bulan ini pun diajukan Gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) ditujukan kepada Presiden, Menteri Perdagangan dan Menteri Pertanian atas kerugian selama 2 tahun sampai 5,4 Triliun Rupiah yang dialami oleh peternak rakyat mandiri. (Red)