Tangkal Terorisme! Facebook, Tiktok, Google, dan Twitter Blokir Konten Soal Taliban

JABARNEWS | BANDUNG – Belakangan ini Taliban sepertinya bangkit kembali dan menjadi ancaman di Afghanistan ataupun di perbatasan Afghanistan-Pakistan. Keberadaanya pun kini memicu sikap dari jejaring sosial seperti Facebook, Tiktok, Google, dan Twitter untuk memblokir konten soal Taliban.

Raksasa jejaring sosial Facebook mengatakan akan bertindak tegas terhadap konten terkait Taliban yang beredar di platformnya. Hal tersebut disampaikan Facebook kurang dari 48 jam setelah Taliban mengambil alih Kabul, Afghanistan pada Minggu (15/8/2021).

Menurut Facebook, grup dan segala unggahan pengguna yang berkaitan dengan Taliban akan dihapus dan dilarang beredar di media sosial Facebook, Instagram, serta WhatsApp.

“Taliban dikenai sanksi sebagai organisasi teroris di bawah hukum Amerika Serikat dan kami telah melarang mereka dari layanan kami berdasarkan kebijakan Organisasi Berbahaya kami,” jelas juru bicara Facebook, dilansir dari Kompas, Rabu (18/8/2021)

Dalam menyisir konten yang berkaitan dengan Taliban, Facebook mengklaim memiliki tim khusus yang memiliki pengetahuan tentang Afghanistan. Tim tersebut terdiri dari beberapa orang yang berbicara bahasa Dari dan Pashto, serta memiliki pengetahuan akan konteks budaya lokal.

Baca Juga:  Desa Mekarmaju Bandung Yang Terkenal Dengan Produksi Perkakasnya

Hal itu dimaksudkan untuk membantu Facebook mengidentifikasi konten dan memberi peringatan jika ada masalah yang muncul di platform Facebook dkk.

Facebook menyebut bahwa kebjakan ini bukanlah hal baru. Keputusan ini diambil berdasarkan konsensus antara komunitas internasional. Facebook sendiri telah memblokir Taliban selama beberapa tahun.

Kendati demikian, Facebook memiliki dilematis terhadap WhatsApp. Sebab, aplikasi perpesanan itu menggunakan sistem keamanan enkripsi dari ujung ke ujung (end-to-end encryption), di mana isi pesan hanya bisa dilihat oleh penerima dan pengirim. Pihak ketiga, termasuk Facebook tidak bisa membaca isi pesan yang dikirim di WhatsApp.

“Sebagai platform perpesanan pribadi, kami tidak bisa mengakses konten percakapan pribadi pengguna bagaimanapun caranya, apabila kamu mengetahui bahwa seseorang atau organisasi yang terkena sanksi menggunakan WhatsApp, kami akan mengambi tindakan,” jelas juru bicara Facebook.

Baca Juga:  Tiga Tipe Orang Berdasarkan Cara Parkir Kendaraan

Beberapa laporan menyebut bahwa anggota Taliban masih menggunakan WhatsApp untuk berkomunikasi. Untuk membantu meminimalisir konten terkait Taliban, WhatsApp akan menggunakan software AI untuk meninjau informasi yang tidak terenkripsi, seperti nama pengguna, foto profil, dan deskripsi grup.

WhatsApp juga disebut telah menutup kontak aduan yang dibuat oleh Taliban setelah mengambil alih Kabul. Informasi kontak aduan itu diumumkan pada hari Minggu dan pernah digunakan saat Taliban mengambil alih kota Kunduz di tahun 2016 lalu.

Kontak aduan itu sejatinya digunakan warga sipil untuk melaporkan tindakan kekerasan, penjarahan, dan kejadian lain.

Tidak hanya Facebook, TikTok pun menyatakan sikap yang sama. Media sosial berbasis video ini juga mengatakan pada CNBC bahwa mereka menetapkan Taliban sebagai organisasi teroris.

Meski pihak TikTok tidak mengeluarkan pernyataan yang rinci, perusahaan mengatakan akan menghapus konten yang mendukung, memuji, atau mengagungkan terkait Taliban.

Baca Juga:  Pemkab Kuningan Izinkan Warganya Mudik, Asal Penuhi Syarat Ini

Sementara itu, platform jejarng sosial lain agaknya masih mengamati situasi. Alphabet, selaku induk perusahaan Google dan YouTube mengatakan bahwa pedoman komunitas mereka berlaku sama bagi semua orang.

Meskipun begitu, mereka tetap akan menerapkan kebijakan terhadap konten dan konteks penyajian. Alphabet tetap akan mengizinkan penyediaan konten dan konteks pendidikan, dokumenter, ilmiah, dan artistik.

Sementara Twitter mengatakan akan memprioritaskan keamanan penggunanya, terutama yang berada di Afghanistan sambil tetap mewaspadai situasi.

“Situasi di Afghanistan berkembang pesat. Kami melihat orang-orang di negara ini menggunakan Twitter untuk mencari bantuan,” kata juru bicara Twitter.

“Kami akan secara aktif terus menegakan aturan kami dan meninjau konten yang mungkin melanggar aturan Twitter, khususnya konten yang mendukung kekerasan, manipulasi platform, dan spam,” imbuh Twitter. (Red)