JABARNEWS | PURWAKARTA – Bagi Masyarakat di Kabupaten Purwakarta, nama Gunung Hejo mungkin tidak asing lagi. Gunung yang berlokasi di Kecamatan Darangdan itu menyimpan cerita mistis.
Pasalnya, terdapat tempat dikeramatkan yang dipercaya masyarakat secara turun temurun sebagai petilasan Prabu Siliwangi. Letak petilasan itu berada di sekitar kilometer 96 Tol Cipularang, tepatnya di sebelah kiri arah Bandung menuju Jakarta.
Untuk menuju ke kawasan Gunung Hejo bisa menaiki anak tangga yang ada di samping tol tersebut. Setelah sebelumnya melewati jalan setapak di dalam perkebunan.
Petilasan berwujud menyerupai makam dengan batu terbungkus kain putih. Di batu itulah konon Prabu Siliwangi pernah singgah.
Petilasan tersebut kini sering menjadi tujuan para peziarah atau seseorang yang ingin bermeditasi dan memanjatkan berdoa kepada Allah Swt.
Umumnya, para peziarah datang ke tempat tersebut berdzikir hingga membaca ayat suci Alquran selama berada di sana.
“Kebanyakan dari luar kota bahkan luar Provinsi Jawa Barat. Tidak ada yang membenarkan jika yang datang ke petilasan menyembah batu terbungkus kain putih. Mereka di sana memanjatkan doa, dzikir dan membaca Alquran,” ungkap kuncen Gunung Hejo, Mustopa bin Ija Banten ditemui di rumahnya tak jauh dari Petilasan Gunung Hejo itu, pada Selasa (7/9/2021).
Pria yang akrab disapa Bah Kecrik itu menambahkan, batu petilasan berada di atas Gunung Hejo itu tidak jauh berbeda dengan batu pada umumnya, hanya saja perbedaanya seperti memiliki kekuatan yang sulit dipercaya.
Hal itu dapat dibuktikan ketika pembangunan Tol Cipularang beberapa tahun lalu. Pihak pengembang berkeinginan jalur tol lurus menembus Gunung Hejo.
Namun, keanehan terjadi ketika di teropong gunung tersebut gelap dan alat itupun pecah. Bahkan sempat dicoba menggunakan alat berat tapi tidak berhasil.
“Saya tidak melarang apa yang diinginkan mereka. Tapi alat beratnya tiba-tiba mati dan sulit dihidupkan. Jalur tol akhirnya melingkari gunung itu. Batu itu juga sulit dicabut,” ungkap kakek berusia 97 tahun itu.
Adapun larangan-larangan ketika berada di atas petilasan, Bah Kecrik menyarankan tidak metik dan memotong tangkai pepohonan.
Jika itu dilakukan, sambung dia, dikhawatirkan terjadi hal di luar dugaan, karena dianggap merusak terhadap alam. “Merokok juga disarankan jangan. Intinya datang ke sana harus sopan, mengucapkan salam,” tutur Bah Kecrik.
Disinggung terjadi kecelakaan disebabkan makhluk penunggu Gunung Hejo, Bah Kecrik membantahnya. “Tidak ada, mungkin itu murni kelalaian pengendara saja,” jelas dia.
Bah Kecrik meneruskan sang ayah menjadi kuncen Gunung Hejo sejak tahun 2000. Awalnya dirinya tidak mengetahui jika di atas gunung ada sebuah tempat yang dikeramatkan.
“Waktu itu hutan belantara, kemudian kita bersihkan hingga petilasan seperti kondisi saat ini,” ungak Bah Kecrik. (Gin)