Bagaimana Konsep Pendidikan Karakter Generasi Z dan Milenial? Ini Kata Para Pakar

JABARNEWS | BANDUNG – Guru Besar FTK UIN SGD Bandung, Prof. Dr. Hj. Aan Hasanah, M.Ed menggambarkan secara gamblang mengenai perubahan karakter yang berdampak pada proses pendidikan dari generasi ke generasi.

Dalam keterangan yang diterima pada Senin (13/9/2021), Prof. Aan mengatakan, Generasi 1.0 yang mengandalkan pembelajaran serta indikasi karakter baik yang sederhana berimplikasi pada kesenjangan penyesuaian ketika berhadapan dengan generasi milenial dan generasi Z yang terlahir dari lingkungan yang lekat dengan kecanggihan IT.

“Oleh karena itu, para pendidik tidak hanya dituntut sebagai pengajar dan fasilitator sebagaimana pada society 1.0-3.0. Akan tetapi, pendidik dituntut sebagai guide atau pengarah murid untuk dapat menunjukkan mana literatur atau sumber ilmu yang baik dan buruk,” kata Prof. Aan dalam webinar PAI FTK Unisba tentang Pendidikan Karakter Generasi Milenial dan Generasi Z di Sekolah, Keluarga dan Masyarakat Era Society 5.0 yang dilaksanakan pada Sabtu (11/9/2021) lalu.

Baca Juga:  Jelang Libur Nataru, Dishub Jabar Prediksi Volume Kendaraan Meningkat

Dia menjelaskan, arahan ini harus mengandung nilai-nilai core value sehingga peradaban tidak hanya sebatas bubbling mengembung tapi kosong, akan tetapi harus besar dan berkualitas.

Core value yang dimaksud diantaranya adalah nilai religius, nilai falsafah negara, nilai humanisme, nilai budaya atau kearifan lokal. Prof. Aan menyebut bahwa karakter unggul adalah pilar peradaban unggul.

“Dengan demikian karakter yang harus dibangun untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut yakni good behaviour, integrity dan attitude, strong knowledge/concept/theories/methodologies, good communication (written and unwritten) dan good managerial,” jelasnya.

Ketua Prodi PAI FTK Unisba, Dr. H. Aep Saepudin, Drs., M.Ag menyampaikan, dalam menghadapi era society 5.0, masyarakat perlu memahami literasi baru diantaranya adalah literasi data, literasi teknologi dan literasi manusia.

“Dengan demikian, skill dalam menguasai literasi baru dapat mengantarkan masyarakat untuk berkolaborasi, berinteraksi, kreatif dan berpikir kritis,” ucap Dr. Aep.

Baca Juga:  Hujan Disertai Kilat dan Angin Kencang di Jawa Barat Berpotensi di 21 Wilayah

Dia mengungkapkan, tuntutan kemampuan serta kompetensi ini katanya, semakin diperkuat dengan bonus demografi yang mana dari 270,20 juta penduduk Indonesia, generasi milenial dan generasi Z menempati persentase tertinggi dengan berturut-turut 25,87 persen dan 27,94 persen.

“Sayangnya, keterkaitan antara generasi milenial dan generasi Z dengan canggihnya teknologi seringkali berdampak pada degradasi moral, seperti penggunaan narkoba, tawuran remaja, pergaulan bebas dan perilaku unmoral lainnya,” ungkapnya.

Menurutnya Dr. Aep, untuk mengatasi degradasi ini diperlukan peran orang tua yang memiliki berbagai fungsi.

“Fungsi yang paling esensial adalah fungsi internalisasi nilai religius dari pihak keluarga. Adapun metode internalisasi fungsi keluarga perlu menggunakan beberapa metode efektif diantaranya adalah keteladanan, pembiasaan, pembinaan, kisah, dialog, ganjaran dan hukuman,” tuturnya.

Di tempat yang sama, pakar pendidikan Prof. Muhibbin Syah, M.Ed menyatakan bahwa definisi karakter dan akhlak. Menurutnya, karakter dan akhlak adalah dua hal yang berbeda. Akan tetapi, karakter bisa termasuk dalam akhlak.

Baca Juga:  Pemkab Purwakarta Gelar Festival Bambu 2019

“Akhlak lebih bersifat universal sedangkan karakter bersifat lokalistik dan menetap. Karakter berkembang sesuai dengan perkembangan manusia, psychophysics serta budaya yang mengitarinya,” ujar Prof. Muhibbin.

Oleh karena itu, lanjut dia, karakter akan berkembang sesuai dengan masyarakat yang dialami dan dihadapinya. Sebagaimana halnya era society 5.0, di saat teknologi bukan hanya sebagai media berinteraksi dan berbagi informasi.

Seiring persentuhan manusia dengan era ini, maka menurutnya core value yang harus dikembangkan terlebih dahulu adalah amanah dan profesional. “Kedua hal ini merupakan dwitunggal yang tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya,” paparnya.

Disamping itu tambahnya, cara mengatasi kesenjangan antara generasi lama dengan generasi saat ini adalah dengan memelihara nilai-nilai lama yang baik dan masih relevan dan mengambil nilai-nilai yang baik di masa sekarang. (Red)