JABARNEWS | PURWAKARTA – Peristiwa penarikan sepeda motor oleh debt collector terjadi di Simpang Sadang, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Rabu 13 Oktober 2021 petang.
Peristiwa tersebut dialami oleh IM (25), yang sedang menggunakan motor untuk bekerja. Debt collector menarik dan menahan sepeda motornya di Kantor Cabang FIF Cikampek.
Motor yang dikendarai IM (25) diketahui sudah telat angsuran selama empat bulan. Namun ia sudah bermusyawarah dengan pihak debt collector yang biasa menagih ke rumahnya.
Baca Juga: Nick Kuipers Sebut dengan Para Pemain Ini Persib Punya Pertahan Kuat
“Sebelum motor itu ditarik di jalan, saya sudah mengobrol dengan debt collector yang mengurus motor, kalau saya akan selesaikan dengan cara pelsus,” kata IM.
Pelsus merupakan pelunasan khusus untuk menyelesaikan pembayaran motor tersebut yang sudah direncanakan IM dengan pihak Debt Collector dari FIF. Namun, pelsus tersebut baru akan dilakukan pada akhir Oktober setelah uang tersedia.
Belum sampai pada akhir Oktober, motor tersebut ternyata ditarik oleh Debt Collector (DC) ketika digunakan IM di wilayah Simpang Sadang, Kabupaten Purwakarta.
Baca Juga: Lihat Kemolekan Anak Tiri yang Masih SMP, Pria Sukabumi Berkali-kali Lakukan Pencabulan
“Dulu saya juga pernah ditarik oleh DC, sekitar bulan September masih di wilayah Purwakarta. Setelah penarikan pertama itu unit masih bisa dibawa pulang dengan kesepakatan akan dilakukan pelsus akhir bulan Oktober,” kata dia.
Tak sampai pada akhir Oktober, Debt Collector yang berjumlah 6 orang kembali mencegat IM di Simpang Sadang, lalu membawanya bersama sepeda motor tersebut ke Kantor Cabang FIF Cikampek.
“Awalnya saya diajak ngobrol di kantor FIF, dengan obrolan yang sama, bahwa saya akan menyelesaikan pembayaran dengan cara pelsus di akhir bulan, kemudian pihak FIF meminta kunci motor berasalan untuk mengecek fisik kendaraan dan meminta STNK untuk di foto kopi, tapi setelah itu saya malah disuruh tanda tangan berita acara penyerahan unit. Saya tidak mau, tapi motor saya tetap ditahan,” imbuhnya.
Baca Juga: Karena Ini, Persib Bandung Percepat Keberangkatan ke Yogyakarta
Setelah kunci dan STNK diambil pihak FIF dengan alasan untuk dicek, kini sepeda motor IM harus tertahan di Kantor Cabang FIF Cikampek.
Sementara, pihak manajemen FIF, Hendra mengatakan, yang bersangkutan tetap harus membayar tunggakan pembayaran bulanannya. “Dibayar saja angsurannya yang 5 bulan pak,” ujar Hendra ketika dikonfirmasi wartawan melalui sambungan telepon.
Namun, ia enggan menjelaskan lebih jauh tentang penarikan sepeda motor tersebut. Dia lalu mematikan sambungan telepon.
Baca Juga: Resep Makanan Kue Bahulu Khas Brunei Darussalam, Mudah Dibuta Di Rumah
Terpisah, Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Firman Turmantara mengatakan, penagih utang atau Debt Collector (DC) perusahaan pembiayaan diwajibkan mengikuti sejumlah ketentuan dalam proses penagihan kepada konsumen atau debitur.
“Mereka diwajibkan membawa sejumlah dokumen, yaitu, kartu identitas, sertifikat profesi dari lembaga resmi, surat tugas dari perusahaan pembiayaan, bukti jaminan fidusia, dan surat perjanjian kerja sama antara lembaga DC dan perusahaan pembiayaan,” kata Firman, melalui pesan tertulisnya.
Lebih lanjut, dijelaskan Firman, selain syarat berbagai dokumen di atas, penarikan unit kendaraan jaminan fidusia yang dikuasai debitur tidak diperbolehkan berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK RI) Nomor 2/PUU-XIX Tahun 2021 tentang penyitaan unit kendaraan jaminan fidusia.
Baca Juga: Viral, Mahasiswa Dibanting Polisi Hingga Kejang-kejang Saat Unjuk Rasa
“Terlebih di masa pandemi, kendaraan yang digunakan untuk bekerja atau mencari nafkah harus dihindari, Presiden menyampaikan mereka (debitur) tidak perlu khawatir karena pembayaran bunga atau aturan diberikan kelonggaran selama 1 tahun,” kata dia.
Dengan penjelasan ketentuan berikut Firman mengatakan, pihak perusahaan pembiayaan tidak boleh melaksanakan eksekusi penarikan dilakukan sendiri, melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada Pengadilan Negeri.
“Pengadilan Negeri pada dasarnya telah memberikan keseimbangan posisi hukum antara debitur dan kreditur, hal itu dilakukan untuk menghindari timbulnya kesewenang-wenangan dalam pelaksanaan eksekusi,” ucapnya.***