Alami Perubahan Paradigma, Inilah Orientasi Transmigrasi Setelah Tahun 2009

JABARNEWS | JAKARTA – Transmigrasi mengalami perubahan paradigma, merujuk UU No 29/2009 Juncto UU No 15/1997 dan PP No 3 Tahun 2014, Transmigrasi dari tahun 1950 hingga 2009, berorientasi kepada perpindahan penduduk untuk membangun daerah yang relatif terisolir.

Sedangkan setelah tahun 2009, Transmigrasi berorientasi kepada pembangunan kawasan pedesaan di wilayah pinggiran menjadi satu kesatuan sistem pengembangan yang berdaya saing.

Direktur Jenderal (Dirjen) Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (PPKTrans) Aisyah Gamawati mengatakan, zaman dulu, Transmigrasi orientasi pembangunan transmigrasi masih mengacu pada penyebaran penduduk dari Pulau Jawa ke pulau lain, yang penduduknya masih sangat jarang. Hal ini didasarkan pada kebutuhan tenaga kerja untuk mengelola perkebunan (sawit dan karet) di luar jawa.

Baca Juga:  Ini Tips Padu Padan Rok Midi Agar Terlihat Lebih Fashionable

Baca Juga: Penyebab Kulit Ketiak Hitam Menurut dr. Saddam Ismail, Yuk Simak!

Baca Juga: Gudang Minuman Sehat di Rampok, Sejumlah Karyawan Disekap

“Untuk memperoleh tenaga kerja murah maka didatangkan transmigran dari pulau jawa yang penduduknya padat, kemudian diberikan rumah dan lahan untuk dikelola,” kata Dirjen Aisyah, Rabu (10/11/2021).

Baca Juga: Kampung Adat Dukuh di Desa Ciroyom Garut Ini Sudah ada Sejak Abad ke-17

Baca Juga: Gudang Minuman Sehat di Rampok, Sejumlah Karyawan Disekap

Saat ini, kata Aisyah, transmigrasi merupakan upaya untuk pengembangan wilayah. Metodenya berdasarkan Kerja sama Antar Daerah pengirim transmigran dengan daerah tujuan transmigrasi. Paradigma baru ketransmigrasian adalah adanya revitalisasi kawasan transmigrasi sebagai pusat pertumbuhan baru menuju transmigrasi di era digital 4.0.

Baca Juga:  Imbas Konten Youtube Dedi Mulyadi, Mahasiswa STIE DR Khez Muttaqien Purwakarta Turun Aksi Ke Jalan

“Revitalisasi transmigrasi ini diperkenalkan melalui konsep transpolitan melalui kolaborasi pentahelix yang terdiri dari pemerintah, akademisi, swasta (dunia usaha), masyarakat dan media,” kata Dirjen Aisyah.

Dirjen Aisyah mengatakan, arah pengembangan transmigrasi untuk mengatasi masalah Kesenjangan antarwilayah yaitu desa-kota, dalam-pesisir, Jawa-luar Jawa, dan Timur-Barat kemudian keterkaitan antara pusat pertumbuhan dengan daerah belakang (hinterland).

Percepatan pembangunan kota-kota kecil (luar Jawa) untuk meningkatkan perannya sebagai motor penggerak pembangunan daerah dalam rangka meningkatkan daya saing daerah.

Baca Juga: Ini Dia Tiga Makanan Penambah Darah yang Kaya Akan Zat Besi

Baca Juga:  BMKG: Sesar Lembang Berpotensi Timbulkan Gempa Bumi Besar

Baca Juga: Kisruh Perebutan Yayasan Ghafururrahim Terus Berlanjut di PN Cianjur, Siapa yang Menang?

“Menciptakan peluang berusaha dan kesempatan bekerja dengan membentuk embrio desa,” kata Dirjen Aisyah.

Satuan Pemukiman (SP) yaitu Bagian dari SKP berupa satu kesatuan permukiman atau beberapa permukiman sebagai satu kesatuan dengan daya tampung 300-500 keluarga. Sepanjang 2021, SP Bina Tahun 2021 sebanyak 111 SP sebanyak 14.333 KK yang tersebar di 86 Kabupaten di 19 Provinsi.

Semantara ada 52 Kawasan Transmigrasi yang di dalamnya terdapat 36 Kawasan Perkotaan Baru (KPB) yang sudah dikembangkan dan 1.570 Desa Definitif. ***