JABARNEWS | CIREBON – Sejumlah warga Desa Galagamba, Kecamatan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri soal pembangunan sutet oleh PLN.
Warga yang mengalami dampak dari pembangunan jaringan listrik bertegangan tinggi ini dinilai tidak berpihak pada warga soal nilai ganti rugi. Mereka mengabaikan keberpihakan terhadap masyarakat, sehingga masyarakat mendatangi Pengadilan Negeri Sumber.
“Kedatangan kami disini untuk mengajukan perkara soal ganti kerugian dari PLN ke warga di Galagamba dari pembangunan sutet untuk jaringan indramayu-mandirancan,” kata Kuasa Hukum warga, Bambang Medivit, Rabu 17 November 2021.
Baca Juga: Mantan Kadispora Jabar Maju di Pencalonan Ketua KONI Bandung Barat
Baca Juga: Datangi Korban Banjir, Rombongan Kejari Serdang Bedagai Salurkan Paket Sembako
Sebelumnya, sambung Bambang, pada tanggal 2 dan 6 september yang lalu di kantor Pengadilan Negeri soal besaran ganti kerugian terhadap warga yang terdampak. Namun tidak menemukan titik terang karena dari hasil besaran itu, masyarakat merasa nilai ganti rugi dari pembangunan sutet kurang berpihak pada warga.
“Kemarin kami mendatangi Pengadilan Negeri Sumber terkait perkara ganti rugi. Tapi tidak menemukan titik terang, karena pihak PLN tidak memihak ke warga,” tuturnya.
Baca Juga: Ribuan Pasutri di Purwakarta Belum Punya Buku Nikah, Ini Kata Bupati Anne Ratna Mustika
Baca Juga: Sepekan Pimpin Polda Jabar, Irjen Pol Suntana Sambangi Pondok Pesantren di Cirebon
Karena tidak berpihak pada warga, maka pihaknya melakukan upaya hukum dengan menggugat perbuatan melawan hukum terhadap pihak PLN, jasa penilaian publik, Gubernur Jawa Barat, Bupati Cirebon dan Kepala Desa Galagamba.
“Hari ini sidang perdana pemeriksaan identitas pada para pihak, seluruh pihak hadir terkecuali Kepala Desa dan PLN, nanti tanggal 8 desember mendatang akan dipanggil kembali untuk pihak PLN dan Kepala Desa,” ucapnya.
Ia berharap dari gugatan ini terkait bentuk kerugian bisa dibicarakan kembali terutama mengenai besaran karena efek dalam waktu panjang dari keberadaan sutet.
“Kami menginginkan adanya perubahan nilai ganti rugi karena saat ini dinilai relatif kecil mulai dari Rp 12 juta sampai Rp 28 juta dan itu tidak sebanding dari resiko warga terdampak,” tandasnya. (Arn)