Kasus Kekerasan terhadap Perempuan Meningkat, Tidak Sebanding dengan Kapasitas Penanganan

Ilustrasi Kekerasan Terhadap Perempuan (Pixabay/ninocare)
Ilustrasi Kekerasan Terhadap Perempuan (Pixabay/ninocare)

JABARNEWS | JAKARTA – Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani menyebutkan bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan hingga September 2021 mencapai 4.500 kasus.

Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan itu mengalami peningkatan dua kali lipat dibandingkan periode yang sama pada tahun 2020.

Melalui siaran pers, Andy mengatakan kriminalisasi masih terjadi terhadap penyintas kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan kekerasan seksual pada tahun 2021.

Baca Juga: Mengenal Manfaat Luluran Bagi Kecantikan dan Kesehatan kulit

“Peningkatan pelaporan kasus kekerasan terhadap perempuan tidak dapat ditangani dengan baik, karena tidak sebanding dengan kapasitas penanganan,” kata Andy, Senin 13 Desember 2021, dikutip dari Antara.

Baca Juga:  Tidak Ditahan, Rizky Billar : Ini Menjadi Pembelajaran Berharga

Menurutnya, darurat kekerasan seksual bukan hanya persoalan peningkatan angka kekerasan seksual maupun soal kompleks dan semakin ekstrimnya kasus.

Akan tetapi, justru karena daya penanganannya yang belum memadai di seluruh wilayah.

Baca Juga: Ingat! Jelang Nataru, ASN Kabupaten Purwakarta Dilarang Bepergian Ke Luar Daerah

“Kesulitan perempuan korban untuk mendapatkan keadilan inilah menjadi dasar pemikiran RUU TPKS,” tambahnya. 

Guru Besar Universitas Indonesia Prof. Sulistyowati Irianto menyatakan bahwa Indonesia membutuhkan instrumen hukum yang melindungi perempuan dari kekerasan.

Baca Juga:  Dear Orang Tua, KPAI Minta Latih Anak Protokol Kesehatan Hadapi AKB

Namun, pada praktiknya justru banyak kebijakan daerah yang diskriminatif dan berlawanan dengan kebutuhan masyarakat.

Baca Juga: Sepanjang 2021, KKP Tangkap Lebih dari 166 Kapal Pencuri Ikan

Selain itu, literasi hukum masyarakat Indonesia pun masih kurang sehingga terdapat banyak problematika dalam proses pembuatan produk hukum.

Prof. Sulistyowati mengatakan masyarakat masih banyak miskonsepsi terkait isi dari Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021.

Baca Juga:  Ngaku Istrinya Tewas di Kamar Mandi, Tetangga Bilang Dianiaya Suaminya

Dia menegaskan bahwa kekerasan seksual terjadi karena ketiadaan persetujuan dan relasi kuasa dan dua unsur tersebut yang perlu ditekankan dalam rangka menghapus kekerasan seksual.

Baca Juga: Ragam Manfaat Minyak Jagung Bagi Kesehatan Tubuh yang Jarang Diketahui

Sementara normalisasi kekerasan seksual terjadi karena masyarakat kurang peka terhadap isu-isu kekerasan yang dialami perempuan sehingga menghambat proses penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan.

Komnas Perempuan menambahkan bahwa sikap masyarakat merupakan penopang terbaik dari pemulihan korban dan akses keadilan bagi korban kekerasan.***