Penulis: Hj. Siti Muntamah Oded, S.A.P. (Ketua BPKK PKS Jawa Barat)
Salah satu sikap kita terhadap peringatan sebuah momentum adalah internalisasi. Artinya, bagaimana momentum yang ada, menjadi sebuah titik balik sekaligus ladang tafakur. Titik balik apa? Titik balik atas keberdayaan kaum perempuan di masa lampau yang telah memberikan “evidence” atau bukti konkret buah perjuangan di ragam dimensi. Pun ladang tafakur. Berkelindannya waktu, di mana peringatannya teregulasi dari tahun ke tahun, tanpa sadar telah menyiratkan tentang kontribusi apa yang akan diwakafkan untuk sebuah kemajuan.
Hal ini tak terkecuali pada konteks Hari Ibu yang biasa diperingati, dimaknai dan dimuliakan pada setiap tanggal 22 Desember. Nilai apa apa yang bisa dimaknai, gagasan apa yang dapat dihadirkan, dan bagaimana peran dapat terseimbangkan. Karena bagaimanapun, salah satu istimewa dari sosok Ibu adalah memiliki multiperan dalam ruang kehidupan multidimensi.
Oleh karenanya, salah satu citra baik dan mendasar yang harus diperjungkan oleh seorang perempuan adalah bagaimana setiap kita dapat memastikan bahwa urusan “rumah” telah selesai jauh sebelum urusan sosial. Urusan rumah? Ya betul, urusan rumah.
Urusan di mana keberlangsungan kita di dalam internal rumah kita rapi dan tertib (tidak ada cekcok berkepanjangan, tidak ada lagi rasa saling tak percaya, tidak ada hal-hal sepele yang menimbulkan boomerang, dan lain-lain).
Dan teorinya, perempuan mana saja akan memiliki daya juang yang baik, akan memiliki daya pikir yang baik, akan memiliki kinerja yang baik, akan memiliki daya sosial yang baik, manakala “urusan rumah”nya telah selesai. Manakala “urusan rumah”nya beres. Sehingga tak ada lagi seorang ibu batal datang ke pertemuan RW tersebab baru beradu mulut dengan suaminya. Tak ada lagi seorang perempuan yang “setengah-setengah” alias tidak optimal di tempat kerjanya hanya gara-gara konflik di keluarga yang takkunjung tuntas.