JABARNEWS | BANDUNG – Raperda RTRW Kota Bandung 2022-2042 merupakan perubahan dari Perda No. 18 Tahun 2011 tentang RTRW Kota Bandung Tahun 2021-2031. Pertimbangan perubahan perda ini seturut dengan dinamika pembangunan kota yang terus berkembang, selain merujuk pada UU No. 11 tentang Cipta Kerja.
Hal ini mengemuka dalam menghadiri sosialisasi persetujuan substansi Raperda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung Tahun 2022-2042, di Bandung, Kamis (11/8/2022).
Sosialisasi dihadiri Ketua DPRD Kota Bandung Tedy Rusmawan. Hadir pula Ketua Pansus 1 Raperda RTRW Kota Bandung Tahun 2022-2024, Yudi Cahyadi, sejumlah anggota Pansus 1, Agus Gunawan, Uung Tanuwidjaja, Erick Darmadjaya, Folmer Siswanto M. Silalahi, Andri Rusmana, serta Asep Mahyudin.
Turut hadir Wali Kota Bandung Yana Mulyana, Sekda Kota Bandung Ema Sumarna, Direktur Bina Perencanaan Tata Ruang Daerah Wilayah I Kementeran ATR/BPN, Reny Windyawati, serta pimpinan SKPD Pemkot Bandung.
Tedy mengatakan, tata ruang adalah suatu sistem proses perencanaan, pemanfaatan tata ruang, serta pengendalian pemanfaatan ruang. Perda Rencana Tata Ruang Wilayah Kota berfungsi sebagai acuan dalam pemanfaatan ruang atau pengembangan wilayah kota dan untuk mewujudkan keseimbangan pembangunan dalam wilayah kota.
Perda RTRW juga menjadi acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Lokasi investasi di Kota Bandung yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, atau swasta, akan mengacu pada perda ini.
“Perda ini akan menjadi pedoman untuk penyusunan rencana rinci tata ruang di wilayah Kota Bandung serta acuan dalam administrasi pertanahan,” tuturnya.
Permasalahan Kota
Tedy menambahkan, Kota Bandung masih menghadapi sejumlah permasalah terkait tata ruang di antaranya masalah struktur ruang yang masih terpusat di Pusat Pelayanan Kota (PPK) Alun-Alun Bandung.
Persoalan struktur ruang lainnya juga terlihat dari belum terbentuknya PPK Gedebage yang telah dirancang, sistem transportasi, penyediaan infrastruktur dan ruang terbuka hijau (RPH) yang masih belum memadai, hingga terjadinya konflik pemanfaatan ruang dan belum optimalnya pengendalian pemanfaatan ruang.
Selain itu, pemangku kepentingan masih kurang memahami pentingnya tata ruang sebagai acuan pembangunan. Hal ini mengakibatkan lemahnya pengendalian pemanfaatan ruang di lapangan.
Tedy berharap beberapa masalah tersebut bisa segera teratasi dalam upaya mewujudkan visi Kota Bandung yang Unggul, Nyaman, Sejahtera, dan Agamis.
“Persoalan menahun seperti penataan Punclut, Kawasan Bandung Utara, ini harus diatasi raperda RTRW terbaru nanti. Solusi penanganan kemacetan juga harus jelas apa yang akan menjadi desain yang terbaik bagi masa depan,” ujarnya.
Tedy mengatakan, DPRD Kota Bandung melalui Panitia Khusus 1 telah membahas dan menyetujuai substansi Raperda Perubahan atas Perda Kota Bandung No. 18 Tahun 2022 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung Tahun 2011-2031.
Sesuai dengan fungsi legislasi berkaitan dengan pembentukan Perda RTRW Kota Bandung, kata Tedy, DPRD memberikan bahan, arahan, sekaligus masukan kepada Pemkot Bandung dalam Menyusun dokumen raperda.
Dewan juga akan memudahkan dan mengefektifkan penyusunan dokumen raperda, serta mengarahkan dan memfokuskan upaya pencapaian visi dan misi Kota Bandung melalui perencanaan tata ruang.
DPRD Kota Bandung juga akan mengarahkan penyusunan kebijakan dan program pembangunan sesuai dengan RPJPD dan RPJMD sebagai langkah mewujudkan aspirasi masyarakat Kota Bandung dalam pelaksanaan pembangunan, melalui fungsi representasi DPRD Kota Bandung.
Percepatan
Tedy menyatakan, DPRD akan selalu mendukung Pemkot Bandung dalam percepatan penetapan Raperda RTRW Kota Bandung Tahun 2022-2042 menjadi Perda. Dengan demikian, DPRD berharap raperda ini akan lebih meningkatkan kualitas dan arah kebijakan yang jelas bagi perencanaan pembangunan tata ruang Kota Bandung secara berkelanjutan.
”Besar harapan Raperda RTRW 2022-2042 ini bisa mengakomodasi dan mengatasi permasalahan Kota Bandung yang jadi mimpi dari tahun ke tahun seperti misalnya transportasi massal. Raperda RTRW ini juga harus jadi upaya meningkatkan kesejahteraan warga Kota Bandung,” ujar Tedy.
Ketua Pansus 1 Raperda RTRW Kota Bandung Tahun 2022-2042, Yudi Cahyadi menuturkan, terdapat klausul bahwa Perda RTRW dapat ditinjau selama lima tahun sekali. Pada 2015, Pemkot Bandung telah melakukan peninjauan kembali RTRW 2011-2031.
“Karena dalam lima tahun itu sudah banyak dinamika pembangunan di Kota Bandung. Juga terkait perubahan regulasi, terutama terbitnya UU Cipta Kerja. Sehingga yang awalnya kita mau merevisi Perda RTRW 2011-2031 itu, karena substansinya ada beberapa yang menyesuaikan dengan aturan yang baru UU Cipta Kerja sehingga statusnya bukan hanya revisi, tetapi pencabutan. Artinya harus dibuatkan Perda yang baru,” ucapnya.
Melalui raperda RTRW baru ini, Yudi menambahkan, DPRD masih mempertahankan terkait struktur ruang untuk transportasi berbasis rel. Rencana ini akan tetap dituangkan dalam struktur ruang Raperda RTRW 2022-2042.
Perlindungan Lahan
Kemudian ada ketentuan terkait Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD). Sawah yang dilindungi ini tidak boleh berubah fungsi. Kementerian ATR/BPN memberikan ketentuan LSD Kota Bandung sekitar 600 hektare. Tetapi dengan keterbatasan lahan, ajuan yang disepakati untuk LSD di Kota Bandung ditetapkan sebesar 54 hektare.
Yudi mengatakan, dengan beban penduduk yang diprediksi di 2042 mencapai 4 juta dari 2.5 juta penduduk saat ini, yang menjadi perhatian utama adalah isu lingkungan dan penyediaan perumahan.
Kota Bandung tidak disarankan memenuhi kebutuhan perumahan publik dengan konsep rumah tapak. Terkait isu lingkungan, Kota Bandung juga semakin padat tutupan lahan akibat pertumbuhan jumlah penduduk.
“Harus diwujudkan rumah vertikal agar terbuka ruang publik baru. Kita akan optimalkan lahan-lahan yang selama ini belum dimanfaatkan misalkan lahan di sepanjang sempadan sungai dan area lainnya,” katanya.
Yudi berharap perda RTRW 2022-2042 nantinya mampu mengantisipasi dinamika pembangunan Kota Bandung yang sedemikian cepat. Pertumbuhan jumlah penduduk di masa mendatang akan berkonsekuensi pada dinamika sosial yang mengarah pada persoalan transportasi, hingga lingkungan.
“Harapannya dengan perda RTRW terbaru ini terkait pengawasan, pemanfaatan, dan pengelolaan tata ruang ini bisa semakin terkendali,” kata Yudi. **