JABARNEWS | BANDUNG – Ketua DPRD Kota Bandung H. Tedy Rusmawan, A.T., M.M., dan Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Bandung Iwan Hermawan, S.E.Ak., menerima audiensi Forum Komunikasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh Kota Bandung, di Auditorium DPRD Kota Bandung, Kamis (15/9/2022).
Para pimpinan perwakilan serikat buruh yang hadir dari forum ini yakni KSPSI, SBSI ’92, FSP TSK SPSI, FSP LEM SPSI, SPN, GARTEKS KSBSI, GASPERMINDO, GOBSI, serta SPM. Ketua SBSI ’92, Hermawan mengapresiasi DPRD Kota Bandung yang dalam tempo singkat berkenan mengagendakan audiensi. Forum serikat pekerja ini melayangkan tuntutan terkait penolakan kenaikan harga BBM, pencabutan UU Cipta Kerja alias Omnibus Law, hingga perjuangan menaikkan upah minimum kota (UMK) Kota Bandung tahun 2023 sebesar 27 persen.
Hermawan menjelaskan, serikat buruh sedang berjuang susah payah melawan dampak buruk dari pemberlakuan Omnibus Law. Masalah ini terus berlarut dan bertambah pelik.
Pengusaha mengobral PHK sepihak dan sewenang-wenang.
“Dampak keberingasan Omnibus Law ini sangat terasa. Perusahaan melakukan PHK, ditambah lagi tidak memenuhi hak pesangon pekerja, mereka kabur. Tentu ini sangat menyiksa karyawan dan buruh,” katanya.
Hermawan menambahkan, dampak dari terbitnya UU Cipta Kerja ini juga membatasi kenaikan upah minimum. Belum juga perjuangan buruh menangkis Omnibus Law tuntas, mereka dihadapkan dengan keputusan pemerintah untuk menaikkan harga BBM.
“Kalau pemerintah bisa mengendalikan harga kebutuhan pokok sih tidak masalah. Tetapi sekarang dampak yang terjadi mengakibatkan ongkos transportasi naik, sembako naik,” katanya.
Ia mengatakan, serikat pekerja memahami keputusan ini semua berawal dari pemerintah pusat. Namun, mereka meyakini DPRD Kota Bandung beserta fraksi partai yang di dalamnya punya langkah untuk memperjuangkan aspirasi mereka ke pusat.
“Kami di serikat pekerja tingkat kota juga melakukan hal serupa, secara struktural kami menyatukan suara dengan serikat pekerja di pusat. Tapi kami berharap DPRD bisa menyampaikan aspirasi ini ke pusat, mengeluarkan rekomendasi penolakan kenaikan harga BBM dan pencabutan UU Ciptaker,” katanya.
Serikat buruh juga menuntut Pemerintah Kota Bandung dan Dewan Pengupahan untuk segera melakukan survei terkait komponen hidup layak (KHL) yang menjadi dasar penentuan UMK. Kenaikan berbagai kebutuhan pokok serta inflasi dalam beberapa tahun terakhir harus memutakhirkan nilai KHL dari kondisi terkini. Maka, kenaikan upah 27 persen pada 2023 merupakan hal yang wajib untuk mengurangi beban para pekerja.
Mereka juga menuntut adanya pengganti Bantuan Subsidi Upah (BSU) dari pemerintah pusat yang tidak bisa diterapkan di Kota Bandung dengan UMK Rp3,7 juta. Penerima BSU pemerintah pusat hanya menyasar UMK di bawah Rp3,5 juta. Buruh juga menanti bantuan bus, rusunawa, dan sembako murah yang pernah dijanjikan Pemkot Bandung.
Ketua DPRD Kota Bandung H. Tedy Rusmawan, A.T., M.M.,mengatakan, dewan Kota Bandung terus menerima keluhan dan masukan dari berbagai lapisan selepas naiknya harga BBM.
Tedy juga terus melakukan pemantauan ke lapangan dan meminta SKPD terkait untuk segera mengantisipasi dampak ikutan dari kenaikan harga BBM.
“Tema besar pemerintah pusat ini ada tagline ‘Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat.’ Sekarang ini rasanya untuk bangkit lebih berat. Ini memberatkan warga negara. Kemiskinan bisa bertambah. Terkait harga BBM, DPRD Kota Bandung sudah menyiapkan surat yang ditujukan kepada Presiden agar mendengarkan aspirasi ini,” ujarnya.
Terkait rekomendasi kenaikan upah hingga 27 persen, Tedy meminta serikat buruh untuk segera berkomunikasi dengan alat kelengkapan dewan yang menangani soal ketenagakerjaan yakni Komisi D.
“Silakan lakukan diskusi, juga bersama kepala Disnaker. Kita sangat terbuka kepada teman-teman serikat pekerja dan buruh. Kita sudah di posisi pertengahan September. Harus disiapkan langkah-langkah penetapan UMK 2023,” tutur Tedy.
Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Bandung Iwan Hermawan, S.E.Ak., menyambut baik hadirnya komunikasi bersama serikat pekerja dan buruh. Kenaikan harga BBM ini dirasakan langsung dampaknya oleh masyarakat. Ketika harga minyak dunia turun, kata Iwan, Indonesia malah menaikkan harga BBM.
“Kondisi ini sangat miris di negara kita. Kita harus menjadi masyarakat yang berisik. Partisipasi publik harus terus dijalankan,” tuturnya.
Iwan menambahkan, untuk menangani permasalahan yang terus menerus muncul, Komisi D akan melakukan konsultasi ke Kementerian Tenaga Kerja. Persoalan harus segera diatasi karena berdasarkan data ada sekitar 600 ribu pekerja formal Kota Bandung yang jumlahnya terus berkurang karena PHK.**