JABARNEWS | BANDUNG – Akibat tertangkap sorotan kamera wartawan media online yang telah tayang, seorang anggota dewan pengawas Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Bandung, berinisial DD, kini menghadapi tudingan serius atas dugaan keterlibatan politik praktis.
Elemen masyarakat melaporkan terlapor DD kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Bandung. Mereka menduga pejabat tersebut aktif menjadi tim sukses pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Bandung, Dadang Supriatna-Ali Syakieb, dalam kontestasi Pilkada Bandung 2024.
Acep Onoz, pengacara dari kantor advokat Panca Soeara yang mendampingi pelapor, menyampaikan bahwa pihaknya telah menyerahkan bukti dan keterangan saksi kepada Bawaslu. Bukti tersebut mencakup sejumlah foto dan video yang memperlihatkan DD dalam beberapa kesempatan bersama tim advokasi pasangan Dadang Supriatna-Ali Syakieb. “Kami mendampingi pelapor dan saksi memberikan keterangan terkait dugaan keterlibatan seorang dewan pengawas salah satu BUMD di Kabupaten Bandung,” kata Acep usai menyerahkan berkas laporan kepada Bawaslu, Jumat (8/11/2024).
Acep menuturkan, pelapor pertama kali melihat keberadaan DD dalam sebuah foto yang terpublikasikan oleh media online pada Kamis (7/11/2024). Di dalam foto itu, DD terlihat berdampingan dengan tim advokasi Dadang Supriatna-Ali Syakieb saat mereka tengah melaporkan rival politik mereka, pasangan Sahrul Gunawan-Gun Gun Gunawan, atas dugaan pelanggaran aturan saat debat kandidat. “(Dalam foto berita) pelapor melihat terlapor berdampingan dengan tim advokasi yang melaporkan Sahrul-Gun Gun ke Bawaslu,” jelas Acep.
Dugaan Pelanggaran dan Potensi Konflik Kepentingan
Setelah melihat foto tersebut, pelapor mencari informasi lebih lanjut mengenai status kepegawaian DD di BUMD Kabupaten Bandung. Menurut Acep, pelapor tidak menemukan adanya perubahan status atau penggantian posisi DD di lembaga tersebut, meskipun pejabat BUMD secara hukum seharusnya tidak terlibat dalam politik praktis. Lebih jauh, pelapor menemukan sebuah video yang memperlihatkan DD sering terlihat mendampingi Cawabup Ali Syakieb dalam berbagai kegiatan kampanye. Video tersebut diklaim terunggah pada 11 Oktober 2024.
Merespons temuan tersebut, pelapor merasa keberatan dan mempertanyakan netralitas DD sebagai pejabat publik. “Jika ada pejabat salah satu BUMD yang terlibat dalam politik praktis, maka akan menimbulkan konflik kepentingan. Padahal, pejabat BUMD harus fokus melayani masyarakat,” ungkap Acep.
Acep menegaskan bahwa tindakan DD, jika terbukti benar, berpotensi melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 70. Yakni huruf a, yang melarang pejabat BUMN dan BUMD untuk terlibat dalam kampanye atau aktivitas politik selama masa pemilihan umum. Dugaan ini juga melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD, khususnya Pasal 49 ayat 1, yang melarang anggota dewan pengawas BUMD merangkap jabatan. Larangan ini bertujuan menghindari potensi konflik kepentingan yang dapat mengganggu pelayanan kepada masyarakat.
Sikap Tegas Terhadap Pejabat yang Terlibat Politik Praktis
Menurut Acep, larangan tegas ini bertujuan agar pejabat BUMD tidak menggunakan jabatannya untuk kepentingan politik pribadi atau kelompok tertentu. “Dalam PP 54 itu, anggota dewan pengawas BUMD tidak boleh merangkap jabatan karena dapat menimbulkan konflik kepentingan. Jika pejabat BUMD terlibat politik praktis, maka harus mundur dari jabatannya sesuai ketentuan yang berlaku,” ujar Acep.
Hingga berita ini tayang , Bawaslu Kabupaten Bandung telah menerima laporan dari pelapor, lengkap dengan bukti dan keterangan saksi. Semua pihak berharap Bawaslu segera mengambil tindakan yang sesuai, mengingat keterlibatan pejabat BUMD dalam politik praktis dikhawatirkan dapat mengganggu integritas Pilkada yang tengah berlangsung.
Ancaman Sanksi
ASN (Aparatur Sipil Negara) atau pejabat daerah yang terlibat dalam politik praktis dapat dikenakan berbagai jenis sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, di antaranya:
1. Sanksi Administratif:
- Peringatan tertulis.
- Penurunan pangkat.
- Pemecatan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri.
2. Sanksi Disiplin:
Berdasarkan PP No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, pejabat yang terlibat politik praktis dapat dikenakan sanksi disiplin, termasuk:
- Teguran lisan.
- Teguran tertulis.
- Pembebasan dari jabatan.
- Penurunan jabatan.
3. Sanksi Pidana:
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, ASN yang terlibat dalam politik praktis dapat dijerat dengan sanksi pidana, yang bisa berupa:
Hukuman penjara, jika terbukti melanggar ketentuan tentang netralitas ASN yang diatur dalam UU tersebut.
4. Pemberhentian:
ASN yang terbukti terlibat dalam politik praktis dapat diberhentikan dengan tidak hormat sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ASN dan PP No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS. Pemberhentian ini bisa dilakukan apabila ASN terbukti melanggar ketentuan terkait larangan terlibat dalam politik praktis.
5. Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH):
Pejabat daerah yang terlibat dalam politik praktis bisa diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Selain sanksi-sanksi tersebut, keterlibatan pejabat dalam politik praktis dapat merusak citra institusi pemerintah dan merusak kepercayaan publik terhadap integritas birokrasi.(Red)