Integritas Informasi dan Peran Media Digital dalam Pilkada Jabar 2024

LPI
Founder Lembaga Pendidikan Internet (LPI), Dedy Helsyanto saat kegiatan Media Brief dan Capacity Building yang digelar di Kota Bandung pada Sabtu (21/12/2024). (Foto: Rian/JabarNews).

JABARNEWS | BANDUNG – Founder Literasi Pemuda Indonesia (LPI) Dedy Helsyanto menyerukan pentingnya menjaga integritas informasi di era digital. Dalam forum bertema Media Brief dan Capacity Building yang digelar di Kota Bandung pada Sabtu (21/12/2024), ia menegaskan bahwa sistem informasi yang sehat membutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak.

“Materi yang saya sampaikan berfokus pada integritas informasi internet, mencakup suplai dan investigasi dari masing-masing pihak. Kita perlu bersama-sama mewujudkan sistem informasi yang aman dan sehat,” ujar Dedy.

Baca Juga:  Anggota Polri di Cirebon Edarkan Obat Terlarang, Terancam Belasan Tahun Penjara

Forum tersebut juga mengangkat isu kebebasan beragama, keyakinan, dan praktik budaya, yang menjadi sorotan selama periode 27 September hingga 27 November. Salah satu tokoh yang konsisten mendukung isu ini adalah Dedi Mulyadi. Ia aktif menginisiasi program imunisasi dan memberikan perhatian pada peristiwa keagamaan, mencerminkan pentingnya harmoni antara kebebasan beragama dan kebutuhan masyarakat.

Baca Juga:  Ratusan Ormas di Bekasi Dikumpulkan Jelang Pemilu 2024, Ada Apa?

Di tengah pelaksanaan Pilkada Jawa Barat 2024, media digital menjadi wadah utama penyebaran informasi. Survei politik yang dipublikasikan sejak awal periode kampanye menarik perhatian publik, khususnya melalui platform Facebook. Narasi yang mengangkat simbol budaya seperti basis merah dan batik hijau mendapat respons yang signifikan. Sebaliknya, Instagram memperlihatkan keterbatasan dalam menangkap antusiasme terkait isu-isu Pilkada.

Baca Juga:  Pengelolaan Unit Kerja Jabar Saber Hoaks Lakukan Verifikasi Informasi Hoaks di Media Sosial

Di sisi lain, TikTok menjadi tempat kembalinya perdebatan isu lama Pilkada 2024, termasuk topik kontroversial seperti alasan Dedi Mulyadi menyarungi pohon di Purwakarta. Isu ini memicu pro dan kontra di antara pengguna, menciptakan diskusi yang tak terhindarkan. Sementara itu, di YouTube, narasi konflik budaya antara pendukung bahasa Sunda dan Jawa membentuk dinamika tersendiri di tengah masyarakat.