BPOM mencatat bahwa kandungan dalam e-liquid dan uap rokok elektronik dapat berakibat negatif bagi kesehatan.
Namun, BPOM belum memiliki kewenangan untuk mengatur peredaran rokok elektronik. Oleh karena itu, diperlukan regulasi yang lebih jelas terhadap penggunaan rokok elektronik, serupa dengan regulasi untuk rokok konvensional.
Penelitian di Indonesia juga menunjukkan bahwa pengguna rokok elektronik cenderung menjadi dual user, yakni menggunakan rokok elektronik sekaligus rokok konvensional. Dual user berpotensi mengalami beban ganda komplikasi penyakit yang berbiaya mahal.
Selain itu, dual user pada kelompok usia muda cenderung kurang produktif dalam bekerja. Berhenti merokok adalah pilihan yang lebih baik dibandingkan menggunakan keduanya.
Tercatat juga bahwa rokok elektronik yang menggunakan baterai dapat berpotensi meledak. Kasus seperti ini pernah terjadi pada seorang pria di Texas pada tahun 2019 yang meninggal dunia karena ledakan tersebut mengenai arteri karotis kirinya, dan potongan metal rokok elektronik tersebut melukai wajah dan lehernya.
Dengan demikian, klaim bahwa rokok elektronik lebih aman daripada rokok konvensional tidak benar. Faktanya, rokok elektronik (vape) tidak lebih aman dari rokok konvensional karena tetap menimbulkan risiko kesehatan, terutama karena pengguna menjadi adiksi terhadap nikotin.
Bahkan, pengguna berpotensi menjadi dual user, yang meningkatkan risiko komplikasi penyakit. Penelitian menunjukkan bahwa rokok elektronik dapat menyebabkan berbagai penyakit serius, termasuk gangguan pada paru-paru, jantung, sistem kekebalan tubuh, kanker, dan otak. (red)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News