“Misalkan diefisiensi hanya cukup untuk tiga calon dan kita diminta membatasi untuk tiga calon saja, kan kita tidak bisa seperti itu. Karena makin banyak calon makin banyak dana yang dibutuhkan,” jelasnya.
Selain itu, lanjut Rifqi, dana pilkada tersebut juga dihitung berdasarkan jumlah pemilih yang menembus sekitar 35,3 juta pemilih yang dihitung per suara memiliki dana setara Rp35 ribu, dengan kemungkinan ada perbedaan dengan jumlah pemilih saat pemilu yang akan digelar pada 14 Februari 2024.
“Bisa jadi bertambah karena pada 27 November 2024 ada pemilih yang usianya baru 17 tahun saat itu, bisa berubah kalau ada yang meninggal atau sudah tidak berdomisili di situ,” bebernya.
Rifqi memerinci komponen pembiayaan dana Pilkada Jawa Barat yang paling besar proporsinya adalah honor panitia adhoc, yakni Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) yang angkanya mencapai 46 persen atau sekitar Rp500 miliar.
Komponen berikutnya adalah untuk kebutuhan logistik, semisal surat suara dan lainnya sekitar 24 persen atau senilai hampir Rp300 miliar. “Sementara sisanya barang dan jasa lainnya, seperti debat kandidat, sosialisasi, kampanye (alat peraga kampanye),” katanya.