Jika pada masa itu PLN kelebihan suplai, dukungan dari Kementerian ESDM akan diperlukan. Bey juga menyebutkan bahwa PLN siap bernegosiasi soal harga, namun masih butuh penguatan perhitungan dan audit BPKP untuk memproyeksikan situasi beberapa tahun mendatang.
Selain itu, jika suplai listrik masih melimpah, hal ini bisa menyebabkan kenaikan biaya pengangkutan sampah dari wilayah Bandung Raya, Sumedang, dan Garut yang akan membuang sampahnya di Legok Nangka.
“Jika suplai masih berlebih, aturan khusus diperlukan untuk memastikan PLN tetap membeli listrik tersebut, sebab jika tidak, biaya tipping fee akan meningkat,” jelas Bey.
Terkait waktu pelaksanaan groundbreaking, Bey menegaskan bahwa kegiatan tersebut akan menunggu penyelesaian seluruh kendala yang ada.
Bey berharap jika persoalan dengan pembeli listrik teratasi, peletakan batu pertama bisa dilaksanakan pada akhir tahun depan. “Jika semua selesai, kami optimis groundbreaking bisa dimulai pada akhir tahun depan,” ucapnya.
Menanggapi masalah ini, Wakil Menteri Lingkungan Hidup, Diaz Hendropriyono, menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan koordinasi lintas kementerian, termasuk dengan Kemenko Perekonomian, untuk mencari solusi menyeluruh.
“Kami akan mengoordinasikan masalah ini dengan kementerian lain, agar proyek TPPAS Legok Nangka dapat berfungsi optimal dalam mengatasi permasalahan sampah di Bandung dan Jawa Barat, sekaligus memberikan listrik bagi masyarakat,” terang Diaz.
Ia juga menyebutkan potensi manfaat tambahan dari proyek ini, seperti karbon kredit, yang bisa memberikan keuntungan lebih lanjut. (red)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News