“Dengan demikian kita mengerti bahwa ujian atas sikap tawasuth, ujian memoderasi polarisasi dua kutub ekstrim, memang sudah khas NU sejak awal mula pendiriannya,” terang KH Said Aqil Siroj.
Sikap moderat di antara dua kutub, nasionalisme dan agama menurutnya bukanlah hal mudah. Karena itu, moderat mempersyaratkan kecakapan pengetahuan dan kebijaksanaan.
“Dua hal ini lah yang diteladankan para Imam Mazhab dan Ulama-ulama kita. Sementara untuk menjadi ekstrimis, seseorang cukup bermodalkan semangat dan fanatisme buta,” terang kiai kelahiran Cirebon, 3 Juli 1953 itu.
Said Aqil Siroj menjelaskan bahwa jejak pengetahuan dan kebijaksanaan dapat mewujudkan sikap kemandirian. Hal itu tercermin dari pribadi-pribadi besar kiai Nahdlatul Ulama dalam mendirikan dan mengasuh pondok pesantren.
Hanya dengan menjadi mandiri, tegas KH Said Aqil Siroj, seseorang baru bisa menyumbangkan sesuatu, berkontribusi kepada kehidupan, dan berkhidmat pada peradaban dunia.