Hingga tahun 2000-an, sejumlah rumah sempat mendapat penerangan listrik. Namun itupun warga harus membentangkan kabel hingga belasan kilometer.
Warga sempat mengajukan pemasangan jaringan dan tiang listrik ke PLN. Akan tetapi PLN itu menolak dengan berbagai alasan. Mulai dari pelanggan yang minim, hingga jarak dan biaya yang tak sebanding dengan pemasukan.
“Waktu itu, kita beberapa kali mengajukan pasang tiang. Tapi tetap tidak bisa,” katanya.
Penolakan itu, kata Toto yang membuat warga dikampungnya membuat inovasi dengan memanfaatkan potensi desa agar bisa mendapatkan listrik. Serangkaian eksperimen telah dilakukan untuk membuat Energi Baru Terbarukan (EBT), namun selalu gagal lantaran keterbatasan peralatan.
Hingga pada tahun 2004, warga terpikirkan untuk membuat kincir air untuk menghasilkan listrik. Tiga kincir air itu memanfaatkan arus deras Sungai Ciputri dan berhasil menerangi rumah-rumah warga, dengan kekuatan daya 110 volt.