JABAR NEWS | PURWAKARTA – Terdapat 3 catatan awal pihak Komisi I DPRD Kabupaten Purwakarta usai mendapatkan keterangan secara langsung kepada para Unit Pengelola Keuangan (UPK) Kabupaten Purwakarta Provinsi Jawa Barat terkait laporan yang mengatakan adanya dugaan penyalahgunaan dana UPK.
3 hal tersebut yaitu perihal adanya pembagian dana Purnabakti atau dana tunjangan masa kerja, legal standing perubahan UPK Purwakarta menjadi Perkumpulan Berbadan Hukum (PBH) serta masalah pengelolaan dana UPK yang ditemukan adanya tunggakan dana di masyarakat yang mencapai 1 M di salah satu UPK yang diduga akibat pengelolaan yang tidak baik dan tidak tepat sasaran.
Dalam rapat tersebut, anggota Komisi I DPRD Kabupaten Purwakarta mencecar pertanyaan-pertanyaan seputar dugaan bancakan kepada setiap pengurus UPK.
“Diduga Dana UPK hari ini sudah menjadi bancakan dari pengurus UPK. Oleh sebab itu hati ini kita memanggil pengurus UPK untuk meminta klarifikasi. Sehingga tidak terjadi kesimpangsiuran,” kata Ketua Komisi I DPRD Purwakarta Fitri Maryani, Selasa (04/04/2017).
Fitri menanyakan dasar hukum yang melegalkan pengurus UPK berubah menjadi Perkumpulan Berbadan Hukum (PBH) hingga adanya pembagian jatah Purnabakti atau Tunjangan Masa Kerja.
“Selain itu Kami juga meminta data yang pasti berapa total dana yang saat ini bergulir di 16 UPK hingga sekarang,” ujar Fitri.
Seperti diketahui, sejak PNPM mandiri Perdesaan resmi dibubarkan akhir tahun 2014, sebagian aset masih dikelola oleh UPK di setiap Kecamatan.
Sementara regulasi baru dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa-PDTT) belum ada hingga sekatang kendati demikian Dana bergulir UPK terus berjalan.
Kendati programnya telah dihentikan, pengurus UPK hingga Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) yang menaungi UPK diduga mulai memutar otak yang diduga untuk mendapatkan keuntungan dari kondisi itu.
Yaitu salah satunya melakukan pendirian Perkumpulan Berbadan Hukum (PBH) yang didirikan beberapa pengurus UPK di Kabupaten Purwakarta.
Lewat PBH ini setiap pengurus, pengawas bahkan BKAD mendapatkan dana Purna Bakti yang mirip dana bagi pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS).
“Bahkan menurut laporan yang kita terima pengurus UPK Darangdan sudah membagikan dana Purnabakti dengan total dana Rp 100 Juta,” tegas Fitri.
Sementara itu, salah seorang perwakilan pengurus UPK Darangdan menjawab, jika dasar pembagian jatah Purnabakti mengacu pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD-ART) dan Petunjuk Teknis Organisasi (PTO) UPK.
“Untuk purnabakti tidak ada. Yang ada tunjangan masa kerja 2016 hasil LPJ tahun 2015. Kami melaksanakan musyawarah antar desa. Rp 100 Juta itu untuk semua pengurus bu. Yang ada, kami mendapat tunjangan masa kerja Rp 30 juta itupun yang paling besar karena tidak sama perorangnya,” jawab salah satu perwakilan UPK Darangdan.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Purwakarta, Muhamad Rifai dalam rapat tersebut memberikan penjelasan perihal perubahan UPK menjadi PBH secara “ekstrim yuridis” adalah legal.
Tapi menang dasar perubahan tersebut secara yuridis belum ada baru ada surat edaran yang menganjurkan untuk melakukan hal tersebut.
“Aturan hukumnya memang belum ada tapi perubahan itu dilakukan untuk mengamankan aset UPK dan kepentingan masyarakat banyak ketan untuk bisa jalan UPK perlu kerja sama termasuk dengan perbankan serta organisasi eksternal. Maka perlu dibuatkan payung hukum,” jelas Rifai.
Sebagaimana diketahui, pemanggilan UPK se-Purwakarta itu akan kembali dilakukan kali kedua, ketiga dan seterusnya. Hasil dari pertemuan asal tersebut akan dibawa untuk dikonsultasikan ke Kemendesa-PDTT.
“Ada 3 catatan penting yang kurang baik bagi kami dari hasil awal ini untuk dibawa ke Kemendes, adanya pembagian dana Purnabakti atau dana tunjangan masa kerja, legal standing perubahan UPK menjadi Perkumpulan Berbadan Hukum (PBH) serta pengelolaan dana bergulir,” pungkas Fitri. (Zal)
Jabar News | Berita Jawa Barat