JABARNEWS | BANDUNG – DPRD Kota Bandung menyoroti kualitas kinerja Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagin) Kota Bandung m terkait fungsi pengawasan yang belum maksimal terhadap pelaku usaha, kendati dunia usaha yang kini mulai terlihat menjamur.
Hal ini disampaikan Wakil Ketua Pansus 1 DPRD Kota Bandung, Riana saat rapat bersama Dinas Perdagangan dan Perindustrian, Dinas Komunikasi dan Informatika, serta Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan melaksanakan Rapat Kerja membahas realisasi Kinerja T.A 2021 di Ruang Rapat Badan Musyawarah, pada Jumat (13/05/2022).
Rapat kerja dipimpin langsung oleh Ketua Pansus 1, Ferry Cahyadi Rismafurry, S.H., dan dihadiri oleh Wakil Ketua Pansus 1, Drs. Riana, serta para anggota Pansus 1, yaitu Yudi Cahyadi, S.P.; Hasan Faozi, S.Pd; H. Rizal Khairul, S.IP., M.Si., dan Folmer Siswanto M. Silalahi, S.T.
Namun dia juga memberikan apresiasi terhadap Disdagin terkait dengan realisasi Bandung menjadi Kota Jasa yang sudah mulai terlihat. Namun perihal pengawasan terhadap pelaku usaha yang belum dilakukan secara maksimal.
“Ini luar biasa menjamurnya di Kota Bandung terkait kafe-kafe dan sebagainya. Bandung jadi Kota Jasa sudah mulailah hari ini terlihat. Tapi pengawasannya sekali lagi kembali ke persoalan kualitas, persoalan mutu kelihatannya belum maksimal,” ujarnya.
Hal ini kata dia, harus menjadi perhatian. Misalkan tidak asal hanya buat kafe dan sebagainya kemudian pengawasan proses produksi mereka tidak diawasi. Ini harus gitu ya, sehingga tidak jadi persoalan.
Sementara itu, menurut Anggota Pansus 1, Folmer Siswanto M. Silalahi menuturkan bahwa Disdagin memiliki tanggung jawab yang besar dan perlu penganggaran yang lebih agar program dijalankan lebih maksimal.
“Kota Bandung sudah bergeser menjadi bukan kota lagi pertanian industri besar ya, sudah menjadi perdagangan jasa dan industri kreatif. Jadi, etalase jasa perdagangan Kota Bandung ada di Disdagin sebenarnya. Tapi kalau dengan dukungan anggaran yang cuma Rp30 miliar ini menurut saya kurang. Saya ingin agar beban kinerja harus linier dengan keberpihakan anggaran,” ujarnya.
Folmer juga menambahkan bahwa dibutuhkan usulan dan revisi terkait dengan aturan-aturan yang menghambat program kerja Disdagin sehingga muatan lokal dapat masuk pada aturan pusat.
“Dan yang terpenting satu lagi, kelihatannya ada beberapa regulasi yang menghambat. Saya belum tahu nih karena kajiannya belum dibuat. Kalau memang masih ada yang harus direvisi dari regulasi yang ada, usulkan saja. Apapun regulasi dari pusat, ada muatan lokal dari setiap kabupaten kota untuk menjaga IKM dan UKM yang ada di daerah. Muatan lokal kita harus masuk dalam setiap aturan-aturan pusat. Kalau kita mau melindungi, kita buat Perda-nya, masukkan muatan lokalnya dan itu sah,” ucapnya.
Anggota Pansus 1 lainnya, Yudi Cahyadi mengatakan bahwa komunikasi yang dilakukan oleh Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan tidak hanya sekadar untuk menyampaikan informasi saja, tetapi harus bersifat persuasif dan dapat mengedukasi masyarakat.
“Fungsi komunikasi itu kan bukan hanya menyampaikan, tapi mengedukasi, mengajak, sehingga ada feedback yang diterima oleh masyarakat kepada pemerintah Kota Bandung. Barangkali masukan ke depan agar fungsi komunikasi ini harus lebih efektif lagi,” ujarnya.
Yudi juga menambahkan jika komunikasi harus bersifat kreatif dan efektif sehingga dapat berdampak pada sikap dan juga persepsi masyarakat.
“Saya ingin agar lebih dibangun lagi kreatifitasnya, kemudian efektifitasnya juga dibangun sehingga tidak hanya sekadar menyampaikan informasi. Karena, harapannya informasi yang disampaikan itu bisa merubah sikap dan persepsi masyarakat. Mudah-mudahan ke depan lebih baik lagi,” katanya. **