“Bisa saja dikarenakan ibu (pelaku) mengalami stres yang tinggi dan bisa saja stres ini sudah dirasakan sejak lama, sehingga ada trigger anak yang meminta HP, kemudian amarah meluap dan pemicu stres tambahan dalam kehidupannya,” ujarnya.
Kemungkinan lain adalah masalah yang mungkin dimiliki oleh pelaku. Apakah ada gangguan tertentu yang perlu diperiksa lebih lanjut untuk memastikan kebenarannya. “Jika memang terbukti, ini bisa menjadi faktor yang mempengaruhi kemampuan ibu untuk mengelola emosi dan stres,” jelasnya.
Selanjutnya, faktor konflik dalam keluarga dan masalah hubungan antara ibu dan anak, serta dukungan dari keluarga besar, juga dapat mempengaruhi kestabilan emosional seseorang yang kemudian memperburuk situasinya.
Miryam juga mencatat bahwa masalah ekonomi atau finansial juga bisa menjadi faktor pemicu yang signifikan. Masalah ini, menurutnya, bisa mendorong seseorang untuk melakukan tindakan ekstrem tanpa berpikir panjang.
Terakhir, psikolog ini menekankan pentingnya nilai, moral, dan agama dalam mencegah tindakan yang membahayakan seperti pembunuhan ini. Keimanan dapat memainkan peran penting dalam mengendalikan emosi dan perilaku seseorang.
Sebelumnya, seorang ibu di Subang telah mengambil tindakan mengerikan dengan mengambil nyawa anaknya sendiri, yang kemudian mayatnya ditemukan dalam kondisi yang sangat mengenaskan.
Kasus ini menciptakan ketidakpercayaan dan keprihatinan mendalam di masyarakat setempat dan menimbulkan pertanyaan serius tentang faktor-faktor yang mungkin memicu tindakan tragis ini. (red)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News