Alief menjelaskan, pemerintah dan Perum Bulog Cianjur tak punya amunisi yang cukup untuk melawan pasar. Sebab, stok tak laris dan operasi pasar pun tak tepat sasaran.
“Tiga dari empat provinsi penerima terbanyak merupakan daerah surplus beras yaitu Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Alief menyebutkan bahwa tak mungkin masyarakat bisa membeli sesuai harga eceran tertinggi (HET) Rp9.450 per kilogram, di saat pedagang besar membeli beras yang mereka beli dari Bulog tersebut Rp9.500 per kilogram ke pengecer. Walhasil, kata dia, tetap saja masyarakat membeli beras medium Rp 12 ribuan per kilogram.
“Ada pun negara merugi. Sebab, operasi pasar itu menggunakan beras yang Bulog beli dari petani dengan harga beras komersial, Rp10.200 per kilogram, pada akhir tahun lalu,” sebutnya.
Alief menduga bahwa ada indikasi kelalaian pimpinan cabang perum bulog Cianjur, dan PT. CMB yang tidak memenuhi syarat administrasi tetapi masih mendapatkan pasokan beras yang banyak.