Menanggapi hal ini, Kepala Bidang Distribusi Perdagangan dan Pengawasan Kementrologian Disdagin Kota Bandung, Meiwan Kartiwa menjelaskan, salah satu faktor masih tingginya harga minyak goreng curah di Kota Bandung karena rantai distribusi yang panjang.
“Kebanyakan yang jual di atas HET itu karena mereka mendapatkan minyak bukan dari distributor atau subdistributor yang terdaftar pada aplikasi sistem informasi minyak goreng curah (Simirah). Sehingga harga jualnya pun tinggi,” ungkap Meiwan.
Simirah merupakan aplikasi yang disediakan Kementerian Perindustrian bagi para produsen, distributor (D1), subdistributor (D2) dan pengecer minyak goreng curah. Melalui aplikasi ini, bisa terlihat berapa harga jual dari produsen ke D1, D1 ke D2, sampai ke pengecer.
“Hal yang terjadi di lapangan itu tidak semua pengecer beli dari D2, mungkin ada kendala tersendiri. Jadi, si pengecer ini yang harusnya jual Rp15.500 per kilogram, tapi karena beli ke sesama pengecer, jadi lebih mahal sebab mereka juga harus dapat untung,” jelasnya.
Untuk menekan HET, Meiwan mengatakan, Disdagin Kota Bandung terus berkoordinasi dengan para distributor. Selain itu, Disdagin juga berkolaborasi dengan Polres, Satgas Pangan, dan Kodim untuk melakukan monitoring agar rantai distribusi terus berjalan lancar sesuai mekanismenya.