“Jadi kalau zaman dulu orang muja ke gunung nanti ada yang dikorbankan, orang ditumbalkan katanya dimakan genderuwo, dimakan buta ijo. Nanti yang menumbalkannya jadi kaya. Sekarang itu sama muja, muja pada dunia maya yang dikorbankannya para follower, warganet,” ucapnya.
Tidak hanya itu Dedi juga menyoroti fenomena orang Indonesia yang kerap memandang tinggi dan menyukai kehidupan ‘crazy rich’. Bahkan terkadang banyak pesohor yang juga ikut menjadi bagian dalam mempromosikan kisah perjalanan hidup mereka.
Menurut Kang Dedi untuk menjadi populer di Indonesia sangatlah mudah. Orang tersebut tinggal terlihat kaya kemudian berhubungan dengan sejumlah orang ternama.
“Lalu mereka keluarin sumbangan langsung dipuji. Padahal di balik sumbangan yang dikeluarkan duitnya hasil meres. Meres orang-orang yang punya harapan,” katanya.
Untuk itu, kata Kang Dedi, paling utama yang harus diingat adalah kita hidup di dunia nyata bukan dunia maya atau digital. Sehingga segala sesuatu di dunia nyata membutuhkan proses tidak ada yang instan. Semua melalui tahapan dan perencanaan yang baik.