JABAR NEWS | PURWAKARTA – Berdasarkan data Pemerintahan Desa Wanawali, sawah tadah hujan di desa itu seluas kurang lebih 400 hektare. Ketika hujan turun secara normal, area persawahan di desa itu bisa dua kali panen dalam setahun, dengan produksi antara 3,5 ton-4 ton/hektare.
Menurut Kelompok Tani Wanawali, pak Jaya, perubahan pola tanam sudah dilakukan petani setempat sejak beberapa waktu lalu.
Tedapat dua lokasi yang menjadi sentral pertanian yang kini banyak ditanami sayuran. Seperti cabai, kacang-kacangan, dan ketimun, yakni di Kampung Pasir Oa dan Kampung Cikadu.
“Hanya untuk di Kampung Cikadu, pengairan masih terbantu oleh aliran Sungai Cilamaya. Sedangkan di Kampung Pasir Oa hanya mengandalkan pengairan yang terbatas dari sisa-sisa sumber air yang ada,” ujar Jaya, Minggu (10/09/2017).
Jaya menjelaskan persoalan yang dialami para petani selama ini, yakni terbatasnya sumber air untuk area persawahan. Dan itu sudah terjadi bertahun-tahun.
Berbagai solusi pernah dilakukan seperti pembuatan sumur pantek, namun gagal menyedot air dari bawah tanah. Penyebabnya, kontur lapisan bawah tanah Desa Wanawali berjenis lempung. Artinya, jenis tanah itu tidak mengandung air sama sekali.
Untuk itu, Jaya berharap, salah satu sasaran program TMMD ke-100 yang rencananya akan digelar tahun ini, salah satunya bisa menjadi solusi atas persoalan pengairan tersebut.
Solusi yang dimaksudnya adalah TMMD tidak semuanya untuk pembangunan infrastruktur jalan. Melainkan juga lebih kepada mencari cara agar area sawah yang ada tidak hanya mengandalkan air hujan.
“Dengan solusi itu, maka secara langsung mendorong produktivitas pertanian Desa Wanawali. Sehingga kesejahteraan dan perekonomian warga akan meningkat. Karena hanya bidang pertanian yang menjadi andalan kegiatan ekonomi kami,” harap Jaya. (Zal)
Jabar News | Berita Jawa Barat