JABAR NEWS | PURWAKARTA – Masjid Agung Baing Yusuf Purwakarta yang berada di Kampung Kaum, Kelurahan Cipaisan, Kecamatan Purwakarta, Kabupaten Purwakarta Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu bukti otentik penyebaran Islam di wilayah Purwakarta.
Sejak dibangun hingga sampai saat ini, masjid tersebut menjadi pusat syiar Islam di Purwakarta. Masjid yang ada di lingkungan kantor Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Purwakarta ini, terlihat lebih sederhana di banding masjid agung daerah lainnya. Meskipun sederhana, namun cahaya-cahaya religius terpancar dari bangunan tua ini.
Nama masjid ini merupakan bentuk penghormatan muslim Purwakarta kepada mendiang Raden Haji Yusuf yang terkenal dengan nama Baing Yusuf, ulama terkemuka yang menjabat sebagai Penghulu Kepala di Kabupaten Purwakarta sejak tahun 1828. Beliau yang memimpin pembangunan masjid ini, menjadi pengurusnya dan juga menjadi motor penggerak syiar penyebaran Islam di Purwakarta.
Sejarah Masjid Agung Purwakarta
Dari beberapa informasi yang diterima dan situs simas Kemenag menyebutkan bahwa Masjid Agung Purwakarta ini pertama kali dibangun tahun 1826 oleh masyarakat muslim Sindangkasih dibawah pimpinan Raden Haji Yusuf (Baing Yusuf).
Beliau juga yang kemudian menjadi pengelola masjid ini dalam kapasitasnya sebagai Penghulu Kepala di Kabupaten Karawang. Pada masa itu wilayah Purwakarta masih merupakan bagian dari Kabupaten Karawang. Baing Yusuf secara resmi menjabat sebagai Penghulu Kepala Kabupaten Karawang sejak tahun 1828 (Almanak van Nederlandsch Indie, 1828:59).
Bila melihat perjalanan sejarah Kabupaten Karawang, pembangunan Masjid Agung Purwakarta di Sindangkasih ini berhubungan erat dengan pemindahan Ibu Kota Kabupaten Karawang dari Wanayasa ke Sindangkasih yang terjadi sekitar tahun 1827 atau 1830 sejak masa pemerintahan Bupati Bupati R.A.A. Suriawinata alias “Dalem Sholawat” (1827-1849).
Pemindahan ibukota tersebut diresmikan berdasarkan besluit (Surat Keputusan) Pemerintah Kolonial Belanda tanggal 20 Juli 1831 Nomor 2.
Pembangunan Masjid Agung di Sindangkasih ini dilaksanakan bersamaan dengan pembangunan Pendopo, Gedung Karesidenan, Tangsi Tentara di Ceplak, termasuk membuat Solokan Gede, Sawah Lega dan Situ Kamojing. Pembangunan terus berlanjut sampai Pemerintahan Bupati berikutnya, termasuk juga pengurugan rawa-rawa untuk pembuatan Situ Buleud. Pembangunan terus berlanjut sampai pemerintahan Bupati berikutnya.
Pada tahap awal, kondisi bangunan masjid masih sangat sederhana, sama dengan kondisi bangunan pendopo. Setiap Atap masjid berbentuk limas bertumpang, ciri khas masjid tradisional. Waktu itu, atap umumnya terbuat dari ijuk, dan badan bangunan dibuat dari kayu dan bambu.
Pembangunan dan renovasi sampai ke bentuknya saat ini dilakukan beberapa kali setelah itu. Masjid Agung Purwakarta dikelola oleh Baing Yusuf kemudian dilanjutkan oleh keturunan Baing Yusuf, yaitu Kiyai Haji R. Marjuki (Baing Marjuki) sampai tahun 1937.
Renovasi pertama diperkirakan dilaksanakan pada sekitar tahun 1854, masa pemerintahan Bupati R.T.A. Sastradiningrat I (1854-1863).
Tahun 1926 masjid itu dilengkapi dengan bak air dan tempat mandi yang dipelopori oleh R. Ibrahim Singadilaga, seorang tokoh masyarakat Purwakarta. Tahun 1955, di sebelah kiri masjid dibangun ruangan untuk Kantor Pengadilan Agama diprakarsai dan dipimpin oleh R. Endis, K.H. R. Santang, dan K.H. Moh. Aop. Tahun 1967 ruangan masjid diperluas dengan menambah bangunan sayap dan tempat wudhu.
Tahun 1979, masjid itu direnovasi secara besar-besaran, tetapi tetap mempertahankan bentuk asli dan nilai artistiknya. Pelaksanaan renovasi dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Purwakarta, diketuai oleh Hj. Mamie Satibi Darwis, istri Letjen. Drs. H.R.A. Satibi Darwis.
Setelah selesai direnovasi, Masjid Agung Purwakarta diresmikan oleh Menteri Agama RI, Letjen. H. Alamsyah Ratu Perwiranegara tahun 1980. Masjid Agung Purwakarta kembali mengalami pemugaran besar besaran pada masa pemerintahan Bupati Drs. H. Bunyamin Dudih, S.H. (1993-2003).
Meski telah berkali kali mengalami renovasi dan pemugaran, Masjid ini masih memiliki benang merah dengan bentuk bangunan aslinya dan satu hal yang memperkuat nilai sejarah situs Masjid Agung Purwakarta ini adalah keberadaan makan Bupati R.T.A. Gandanegara – Bupati Karawang ke-15 (1911-1925) yang berkedudukan di Purwakarta di halaman belakang masjid. Hal yang disebut terakhir merupakan alasan kuat untuk tidak memindahkan lokasi masjid.
Baing Yusuf Wafat tahun 1854 dan dimakamkan di belakang Masjid Agung Purwakarta yang didirikannya ini. Kini, Masjid Agung dipercantik oleh pemerintah dengan taman yang tertata rapi dan bersih.
Setiap harinya Masjid ini selalu ramai jamaah dari masyarakat sekitar dan para pejabat serta PNS dilingkungan Pemkab Purwakarta, termasuk mereka yang berziarah ke-makam Baing Yusuf. (Red)
Jabar News | Berita Jawa Barat