Jumlah ini, menurut Yadi, mengalami surplus. Hanya perlu 20 persen saja jumlah air di tempat tersebut memenuhi kebutuhan masyarakat Kota Bandung.
Pada perjalanannya, Gedong Cai Tjibadak terus menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat Kota Bandung.
Waktu silih berganti, hingga memasuki dekade 2010-an, debit air di Gedong Cai Tjibadak menyusut cukup jauh, hingga 18 liter per detik.
Penurunan ini kemudian jadi konsen Pemerintah Kota Bandung beserta masyarakat untuk sama-sama melakukan konservasi.
Secara bertahap, kolaborasi Pemkot Bandung dan masyarakat pun dibangun. Akses menuju Gedong Cai diperbaiki, demikian pula sumber air di situ.
“Konservasi tersebut berbuah hasil. Debit air yang menyusut sampai 18 liter, kini menjadi 22 liter,” terang Yadi.