JABARNEWS | BANDUNG – Kejaksaan Negeri Kota Bandung membuat terobosan dengan menerapkan keadilan restoratif dalam kasus pencurian sepeda motor. Abdul Zuki Zaelani, warga Kecamatan Ibun Kabupaten Bandung, mendapat kesempatan berdamai dengan korban tanpa menjalani hukuman penjara. Awalnya, Zuki tertangkap basah ketika mencoba membawa kabur motor milik Opik Haryoko di sebuah gang di Jalan Hantap, Kiaracondong.
Keputusan ini memiliki dasar hukum. Kepala Kejaksaan Negeri Kota Bandung, Irfan Wibowo, menjelaskan bahwa mereka mengacu pada Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020. Aturan ini memungkinkan penyelesaian pidana ringan melalui pendekatan restoratif. “Tersangka merupakan pelaku pertama kali, ancaman pidana tidak terlalu berat, dan nilai kerugian yang ditimbulkan tidak terlalu besar,” ujar Irfan. Dengan alasan-alasan ini, keadilan restoratif dipilih sebagai solusi terbaik.
Detik-Detik Tertangkapnya Sang Pelaku
Pada 16 Agustus 2024, Zuki mencoba membawa lari sebuah motor Yamaha Mio J berwarna putih yang terparkir di gang. Ketika tertangkap basah, teriakan warga langsung memicu perhatian sekitar. Zuki pun tidak bisa mengelak dan akhirnya ditangkap warga sebelum diamankan petugas. Diakui Zuki, dorongan ekonomi membuatnya mengambil langkah nekat ini, meski ia akhirnya menyesal. “Saat itu saya memang sedang sempit untuk biaya anak istri,” ungkapnya.
Kesempatan untuk Berubah
Sebelum memutuskan, Kejaksaan meninjau latar belakang Zuki. Ia belum pernah terlibat kriminal sebelumnya, dan ancaman hukuman untuk pencurian ringan ini hanya lima tahun penjara. Selain itu, nilai kerugian yang dialami korban dianggap cukup kecil. Berdasarkan kriteria ini, Kejaksaan memutuskan bahwa perdamaian adalah langkah yang lebih tepat dan bermanfaat bagi semua pihak. Mereka berharap proses ini memberikan kesempatan bagi Zuki untuk memperbaiki diri, tanpa menambah jumlah narapidana di lembaga pemasyarakatan yang sudah padat.
Menyelesaikan Konflik di Ruang Restorative Justice
Pada 14 Oktober 2024, Kejari Kota Bandung mengadakan mediasi damai di Ruang Restorative Justice. Di sana, Zuki dan Opik saling bertatap muka, membicarakan kasus ini secara langsung. Zuki meminta maaf, sementara Opik menyatakan kesediaannya untuk memaafkan. Barang bukti sepeda motor dikembalikan ke Opik tanpa persyaratan tambahan, dan kasus ini resmi dihentikan. “Keadilan restoratif memberikan solusi yang lebih manusiawi dan efektif dalam menyelesaikan konflik,” tambah Irfan.
Dukungan Sosial dan Kesempatan Kedua
Setelah proses mediasi, Zuki tak langsung dibiarkan begitu saja. Ketua Ikatan Adhyaksa Dharmayukti (IAD), Ine Widyana, memberikan sumbangan sembako untuk membantu kebutuhan sehari-harinya. Zuki juga menerima sanksi sosial berupa tugas membersihkan masjid di kampungnya setiap Jumat selama dua bulan. “Saya berterima kasih karena mendapat kesempatan kembali ke masyarakat melalui proses ini. Ini pengalaman berharga saya untuk tidak mengulangi perbuatan itu dan berjanji menjadi masyarakat yang baik,” katanya.
Dengan dukungan dan kesempatan ini, Kejari Kota Bandung berharap Zuki benar-benar bisa memperbaiki diri dan menjadi contoh bagi masyarakat. Pendekatan ini tak hanya mengurangi jumlah napi di penjara, tetapi juga menunjukkan bahwa sistem hukum bisa lebih manusiawi dan tetap menegakkan keadilan.(rED)