Untuk mengatasi pasokan air di wilayah tersebut, pihak GTR berencana akan memanfaatkan sumber air yang baru, yakni mata air Pemandian Kuda yang berada di Kecamatan Bojong, yang saat ini sudah sampai ke tahap perencanaan dan persiapan.
“Sudah dilakukan feasibility study. Rencananya ini semua akan kami eksekusi pada 2025,” kata dia.
Tak berbeda jauh dengan di Wanayasa dan Bojong. Di wilayah Plered-Tegalwaru, juga karena faktor alam. Kemarau membuat aliran air yang berasal dari sungai Ciwangun menjadi kecil.
Jumlah pelanggan di wilayah ini memang masih sedikit, kurang dari seribu. Namun yang menarik, permintaan masyarakat untuk menjadi pelanggan sangat tinggi sebab umumnya sudah susah jika memanfaatkan air tanah. Menurut Riana, hal Ini adalah tantangan bagi pihak GTR.
“Makanya kita berupaya mencari sumber air yang baru. Wilayah ini hanya perlu pengembangan. Instalasi masih layak dan bagus,” ucap Riana.
Lalu terkait kendala pasokan air di wilayah Purwakarta Utara dan kota, Riana mengatakan bahwa wilayah ini memiliki permasalahan yang kompleks, salah satunya mengenai kondisi wilayah Purwakarta Utara dan Kota itu sendiri.
“Pasokan air untuk Purwakarta Kota dan Cabang Purwakarta Utara, bersumber dari tiga titik, yakni Instalasi Pengolahan Air (IPA) Sadang, IPA Ubrug Jatiluhur, dan mata air Cilembangsari, Cigoong yang berlokasi di Kecamatan Bojong,” jelasnya.
Purwakarta Utara meliputi sebagian kecil wilayah Babakancikao, yakni Perumahan Gandasari di Cigelam, dan sebagian kecil Campaka. Di wilayah Purwakarta Kota dan Purwakarta Utara inilah yang paling banyak dikeluhkan pelanggan.
“Benar, karena di wilayah ini jumlah pelanggannya terbanyak, yakni 24 ribu. Ada beberapa wilayah yang terkendala pasokan karena elevasinya ada di atas. Misalnya di Kampung Bebesaran, Gembong, Purwamekar, dan Perumahan Gandasari,” jelas Riana.
Ia menjelaskan penyebab utamanya adalah sumber air dari Cilembangsari dan Cigoong yang tak bisa optimal memasok air ke kota dikarenakan banyak titik kebocoran akibat jaringan perpipaan yang sangat tua.