“Saya tau kalau Pokir itu diatur undang-undang. Tapi di KBB praktiknya kan malah membunuh para pengusaha lokal yang punya integritas dan rekam jejak pekerjaan. Sementara mereka cuma bawa pengusaha asal, bahkan cuma pinjem CV dari toko bangunan,” katanya.
Menurutnya, jumlah Pokir DPRD di lingkungan Pemda Bandung Barat bervariasi, tergantung jenis OPD dan besaran anggarannya. Adang menduga di salah satu dinas hingga ratusan paket dikuasai Pokir DPRD. Jadi Pokir DPRD ini tak hanya berbentuk pengadaan barang dan jasa, bisa pula berupa pelatihan bahkan bimtek di satu dinas.
“Kalau gini yang terjadi bukan hanya pengusaha yang rugi. Tapi juga sistem demokrasi kita terancam. Mestinya fungsi DPRD itu mengawasi sekarang justru masuk ke ranah eksekusi melalui Pokir,” tambahnya.
Terpisah, salah satu pegawai di Dinas Pemda Bandung Barat mengakui bahwa beberapa paket proyek milik Pokir DPRD. Di kantor tempat dirinya bekerja tak kurang dari 200 paket pekerjaan merupakan Pokir anggota DPRD.
“Betul banyak Pokir anggota dewan. Kurang lebih ada 200 paket kalau di dinas saya,” kata ASN yang enggan disebutkan namanya. (Red)