Pada bulan-bulan pertama, lanjut Prof. Andi, memang menjadi tantangan karena pada awalnya orang sangat senang dengan pertemuan secara langsung tetapi akhirnya harus terbatasi, tetapi akhir-akhir ini orang sudah sangat terbiasa untuk melakukan interaksi dengan menggunakan teknologi digital salah satunya adalah media sosial.
“Tetapi dilain hal modernisasi yang memunculkan digitalisasi memberikan dampak negative, meskipun dengan lahirnya kemodernanan ini membuat dunia menjadi semakin cepat tetapi ketercepatan ini tidak diimbangi dengan kemapanan mental yang bagus. Banyak orang yang salah mengartikan dan salah menyikapi tentang kemajuan ini. Pendangkalan moral dan kegersangan etika menjadikan semakin banyak orang yang melakukan perbuatan-perbuatan yang melampaui batas-batas kemanusiaan,” bebernya.
Dia menjelaskan bahwa berkembangnya berbagai isu sosial kontemporer yang susah diprediksi, dan ini memerlukan kemampuan menggontekstualisasi pemikiran keislaman secara dinamis, sehingga menjadi dasar problem solver yang kritis dan sekaligus menjadi dasar peradaban islam (masyarakat madani). Islam kemudian tidak bisa dikaji dengan pendekatan normative saja, tetapi juga pendekatan empiris.
Hal ini sejalan dengan Dosen Sains Islam Malaysia Ahmed Abdul Malik. Ph.D yang menyampaikan bahwa industri 5.0 dapat dilihat sebagai perlengkap kemajuan yang dibuat dalam industry 4.0 untuk mendukung, bukan untuk menggantikan manusia.
“Hal ini memungkinkan manusia untuk campur tangan jika diperlukan dan beralih dari otomatisasi berlebihan untuk menggabungkan pemikiran kritis dan kemampuan beradaptasi, sambal tetap memanfaatkan presisi dan pengulangan mesin,” ucap Ahmed.