JABARNEWS | BANDUNG – Peraturan Bupati (Perbup) Tasikmalaya No. 65 Tahun 2023 menuai kritik dari berbagai pihak, terutama para pegiat cagar budaya. Peraturan ini mengharuskan izin penelitian dan pencarian cagar budaya melewati persetujuan Bupati. Kebijakan ini mempersulit masyarakat untuk menggali potensi cagar budaya yang ada di Kabupaten Tasikmalaya.
“Kami merasa kebijakan ini sangat menghambat. Birokrasi terlalu rumit. Akibatnya, masyarakat kehilangan semangat melestarikan budaya,” ujar Sultan Rohidin Patrakusumah VIII, keturunan Kesultanan Selacau sekaligus pegiat budaya.
Cagar Budaya yang Belum Dimanfaatkan
Kabupaten Tasikmalaya memiliki kekayaan cagar budaya, mulai dari situs sejarah, kawasan adat, hingga tradisi turun-temurun. Namun, potensi besar ini belum digarap secara optimal. Banyak pegiat budaya enggan melanjutkan upaya mereka karena terhalang oleh prosedur administrasi yang berbelit.
“Kami ingin berkontribusi, tetapi aturan seperti ini malah membuat kami sulit bergerak,” tambah Rohidin.
Bertentangan dengan Kebijakan Lebih Tinggi
Perbup No. 65 Tahun 2023 juga dapat bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. UU tersebut mengamanatkan pemerintah daerah untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan cagar budaya bersama masyarakat. Selain itu, Perbup ini dinilai tidak sejalan dengan Perda Kabupaten Tasikmalaya No. 1 Tahun 2014, yang justru mendorong pengelolaan budaya berbasis partisipasi masyarakat.
“Perbup ini seharusnya mendukung pelaksanaan undang-undang, bukan menghambatnya,” tegas Rohidin.
Solusi untuk Mengatasi Hambatan
Para pegiat budaya mendesak agar Perbup No. 65 Tahun 2023 segera ada kajian ulang. Mereka meminta Gubernur Jawa Barat untuk membatalkan kebijakan ini. Jika tidak, masyarakat siap mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung.
“Pelestarian budaya adalah tanggung jawab bersama. Pemerintah seharusnya mempermudah masyarakat, bukan memperumitnya,” pungkas Rohidin.
Sekilas Sejarah Kesultanan Selacau di Tasikmalaya
Kesultanan Selacau, sebuah kerajaan bersejarah di Tasikmalaya, tercatat sebagai kerajaan berdaulat pada masanya. Mahkamah Internasional mengakui Kesultanan Selacau sebagai bagian dari warisan budaya dunia melalui Culture Heritage Selaco Federation dengan nomor lisensi 78965.32.32 UNDP-56-XX.56.89.2018. Kementerian Hukum dan HAM RI memperkuat legalitas melalui Surat Keputusan Nomor AHU-0006177.AH.01.07 Tahun 2018, yang menyatakan bahwa Kesultanan Selacau atau Selagodon Kingdom merupakan perkumpulan cagar budaya Kesultanan Selaco Tunggul Rahayu.
Pengakuan ini mengukuhkan bahwa Kesultanan Selacau adalah warisan budaya dari masa kejayaan Kerajaan Padjajaran, khususnya di era Raja Surawisesa. Pada tahun 2018, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara resmi mencatat Kesultanan Selacau sebagai peninggalan sejarah penting. Fakta ini menegaskan keberadaan Kesultanan Selacau sebagai monumen berharga yang melestarikan identitas sejarah dan budaya.
“Saya merasa lega dan bangga bahwa fakta sejarah mengenai Kesultanan Selacau diakui,” ungkap Rohidin, yang merupakan keturunan ke-IX Raja Padjajaran Surawisesa. Ia memiliki gelar Sultan Patra Kusumah VIII.
Istana yang Menyimpan Jejak Sejarah
Istana Kesultanan Selacau berdiri megah di Tasikmalaya. Sultan Rohidin, yang juga seorang pegiat cagar budaya, memperkaya istana dengan berbagai artefak sejarah. Penataan halaman, desain interior, dan warna dinding istana menciptakan harmoni artistik yang mengagumkan. Di dalam istana, tersimpan koleksi foto para leluhur, mahkota sultan, tongkat kerajaan, dan berbagai pernak-pernik peninggalan masa lampau.
Artefak-artefak ini tersimpan rapi dalam lemari kaca untuk menjaga keasliannya. Koleksi tersebut memberikan gambaran tentang perjuangan dan kehidupan Kesultanan Selacau hampir lima abad yang lalu. Berkat upaya Rohidin, eksistensi Kesultanan Selacau Tunggul Rahayu kini bangkit kembali dan menjadi pusat perhatian bagi pecinta sejarah dan budaya.
Kesultanan Selacau: Warisan Budaya yang Hidup
Kesultanan Selacau bukan hanya menjadi simbol sejarah, tetapi juga pusat pelestarian budaya. Pengakuan internasional dan nasional atas fakta sejarahnya menjadikan Kesultanan ini sebagai aset berharga bagi Kabupaten Tasikmalaya. Istana dan artefak yang terawat dengan baik mencerminkan upaya kolektif untuk menjaga warisan budaya agar tetap hidup dan dikenal generasi mendatang.
Eksistensi Kesultanan Selacau tidak hanya mencatat masa lalu, tetapi juga menjadi inspirasi untuk masa depan. Sebuah bukti bahwa budaya dan sejarah selalu relevan untuk dipelajari, dilestarikan, dan dijaga.(Dono Darsono)