JABARNEWS | BANDUNG – Bunda Forum Anak Daerah (FAD) Provinsi Jawa Barat Atalia Praratya meminta kepada semua pihak untuk mengawal persidangan kasus pemerkosaan santriwati agar pelaku dihukum maksimal dan tidak memublikasikan identitas santriwati yang menjadi korban pemerkosaan di Kota Bandung.
Atalia Praratya mengatakan bahwa hal itu bertujuan untuk memberikan rasa nyaman dan aman kepada korban dan keluarga.
“Pada intinya bagaimana kemudian yang kita lakukan harus berada dalam jalurnya. Saya sampai berpikir untuk kembali mengumpulkan anak-anak ini di rumah aman saking begitu derasnya arus informasinya yang kemudian ke mana-mana, yang akhirnya berbahaya bagi mereka,” kata Atalia Praratya usai Rapat Koordinasi Tindak Lanjut Penanganan Perkara Tersangka Tindak Pidana Persetubuhan Terhadap Anak bersama Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) di Kantor Kejaksaan Tinggi Jabar, Kota Bandung, Selasa 14 Desember 2021.
Baca Juga: Market Leader Industri AMDK Biang Kerusakan Jalur Sukabumi-Jakarta
Baca Juga: Anggota DPR RI Ini Sebut BUMN sebagai Lokomotif Pemulihan Ekonomi Nasional
Atalia Praratya terus berupaya memastikan korban dalam keadaan sehat dan mendapatkan perlindungan terbaik. Hal itu juga menjadi tanggung jawab semua pihak.
“Bagaimana memastikan para korban mendapatkan perlindungan terbaik. Jadi, tadi bahwa semua Dinas Pendidikan Jabar bekerja keras agar mereka (korban) bisa kembali sekolah,” ucapnya.
Baca Juga: Ridwan Kamil: Jabar Siap Laksanakan Vaksinasi untuk Anak Usia 6-11 Tahun
Baca Juga: Di Momen Emosional Perpisahan Castillion dengan Persib, Ardi Idrus Bilang Begini
Atalia Praratya menuturkan, saat ini, semua pihak harus memantau proses hukum yang sedang berjalan dan memperjuangkan agar pelaku mendapatkan hukuman seberat-beratnya. “Yang harus kita lakukan adalah pertama kita harus dampingi pantau terus, kita harus perjuangkan agar pelaku mendapatkan hukuman yang paling tinggi,” tuturnya.
Kendati baru ramai diperbincangkan, lanjut Atalia Praratya, pemerintah sudah bergerak dan memberikan perlindungan kepada korban. Proses hukum pun sudah dan terus berjalan.
“Jadi ada yang harus digarisbawahi bahwa tidak memublikasikan bukan berarti menutupi. Jadi proses ini sudah sekian lama berlangsung dan semua sudah bekerja keras dari mulai UPTD dari PPA, Polda, termasuk juga P2TP2A kabupaten/kota. Semua bergerak sampai hari ini dan persidangan sudah tujuh kali,” ucapnya.
Atalia Praratya menyatakan, pihaknya pun terus berupaya memberikan perlindungan kepada anak lain agar tidak mengalami hal serupa di kemudian hari. Dia juga berkomitmen memberikan rasa aman dan nyaman kepada anak-anak lain.
Baca Juga: Ayah Merantau Tak Kembali dan Ibu Nikah Lagi, Begini Nasib 3 Anak Telantar di Indramayu
Baca Juga: Kabupaten Sukabumi Marak Tawuran Pelajar, PGRI Imbau Guru Buat Lakukan Hal Ini
“Saya ingin memastikan perlindungan bagi anak lain, karena kita harus memahami kasus ini seperti fenomena gunung es, sehingga jangan sampai ekspose media terlalu berlebihan dan membuat orang yang ingin melapor menjadi ketakutan. Oleh karenanya, mari kita berikan rasa aman dan nyaman,” jelasnya.
Atalia Praratya berharap kepada institusi pendidikan hingga pesantren agar meghadirkan suatu proses pembelajaran yang ramah bagi anak.
Baca Juga: Guru Ngaji Diduga Pelaku Pencabulan Santriwati di Tasikmalaya Belum Diperiksa, Ini Kata Polisi
Baca Juga: Terorganisir, 7 Tersangka Kasus Pencurian Motor dan Barang Elektronik di Cianjur Diringkus
“Kita mendorong institusi pendidikan, sekolah ataukah pesantren dan sebagainya, menjadi tempat yang ramah bagi anak. Jadi kita berkoordinasi dan berkolaborasi untuk membuat call center yang terintegritas sehingga nanti masyarakat bisa lapor dengan mudah,” tandasnya.***