Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin, menegaskan bahwa pihaknya sangat serius dalam menegakkan aturan PPDB 2024. Meskipun CPD sudah dinyatakan lulus, keputusan tersebut masih bisa dianulir jika terbukti ada pelanggaran, termasuk pelanggaran domisili.
“Intinya kami serius dalam PPDB ini. Walaupun sudah pengumuman kelulusan, itu masih bisa kami anulir kalau memang terbukti ada pelanggaran, termasuk pelanggaran domisili. Hari ini harus dianulir karena ditemukan kecurangan, tidak tinggal di situ,” ujar Bey di kantor DPRD Jabar, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Senin (24/6/2024).
Setelah pembatalan kelulusan ini, Disdik akan berkoordinasi dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali. Masyarakat juga diminta untuk mematuhi aturan PPDB dan tidak mencoba mengakali sistem.
“Yang pasti dianulir dulu, setelah itu kami berkoordinasi dengan Disdukcapil agar kejadian serupa tidak terulang. Masyarakat juga jangan mengakali, kalau memang tidak berdomisili di situ ya jangan buat KK di situ,” tegasnya.
Bey menjelaskan bahwa aturan zonasi menghitung jarak dari sekolah ke rumah secara garis lurus. Meski jalur dari rumah ke sekolah harus memutar, jarak yang dihitung tetap lebih dekat jika ditarik garis lurus.
“Ada orang tua yang merasa rumahnya sudah dekat, tapi ada yang lebih dekat lagi. Aturan zonasi itu betul-betul kami hitung, dan itu bukan dihitung belok-beloknya tapi garis lurus dari sekolah ke rumah. Jadi walaupun rumahnya bersebelahan tapi berputar karena tidak ada jalan, tetap dia yang lebih dekat karena ditarik garis lurus,” jelasnya.
Menanggapi pelanggaran domisili di sekolah favorit, Bey mengatakan akan melaporkannya ke Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) selaku pembuat kebijakan sistem zonasi. Sistem zonasi bertujuan untuk pemerataan pendidikan dan mengubah paradigma sekolah favorit.
“Kami akan melaporkan semua ke Kemendikbud karena (sistem zonasi) ini keputusan dari Pemerintah Pusat. Sebenarnya tujuan zonasi itu untuk memeratakan sekolah, tapi ternyata paradigma sekolah favorit masih ada. Jadi orang tua masih ingin anak-anaknya sekolah di favorit,” tandasnya. (red)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News