Dalam dua persidangan di pegadilan tersebut warga berhasil memenangkan persidangan dengan membawa sejumlah bukti seperti validasi Girik/Kikitir oleh kepala desa Mulyasari dan camat Ciampel tahun tanggal 8 April 2013 dan pernyataan kepala desa dan camat soal status tanah tidak dalam keadaan sengketa tanggal 17 Mei 2013.
Selain itu, pada persidangan ditunjukan juga bukti keterangan riwayat pembayaran pajak hingga tahun 2022 dan keterangan penguasaan tanah/sporadik selama 60 tahun lebih.
Namun, warga kalah pada gugatan di MA melalui Putusa Mahkamah Agung RI no 1810 K / Pdt / 2022 tanggal 16 September 2022 yang kemudian pihak kuasa hukum meminta Peninjauan Kembali atau PK pada putusan MA tersebut.
“Kalau kami tidak melakukan PK, maka warga melalui putusan tersebut dinilai telah melakukan perbuatan melanggar hukum, merusak dan merugikan tanah negara dan mereka dikenakan denda sebesar Rp. 5 juta perhari dan denda imateriil Rp 1,9 miliar terhadap empat orang warga, Ingat, putusan MA tersebut hakim ditangkap KPK Lho,” kata Elyasa Budiyanto di sela-sela aksinya, Senin (6/2/2023).
Elyasa menjelaskan, dalam aksi hari ini puluhan warga turun langsung untuk menanyakan sejauh mana bukti yang dapat menjamin kepemilikan tanah bahwa tanah tersebut adalah milik Perhutani.